Minggu, 12 Januari 2014

review buku ajaran yoga


YOGA II
REVIEW BUKU MENGENAI AJARAN YOGA
Dosen Pengampu:Ketut Sumardana,S.Pd.H





OLEH
LUH AYU LESTARI 10.1.1.1.1.3855

FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2012
REVIEW BUKU MENGENAI AJARAN YOGA
  1. PENGANTAR
Sembah sujud kepada Maha Rsi Patanjali yang memberikan penjelasan tentang sistem filsafat raja yoga, yang mensistemisasi aliran filsafat Yoga untuk pertama kalinya, di dalam pustaka “YOGA SUTRA” yang merupakan naskah dasarnya.
Kata Yoga berasal dari akar kata “yuj” yang artinya menghubungkan; Yoga merupakan pengendalian aktifitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi.
Hiranyagarbha adalah pendiri dari sistem Yoga. Yoga yang di dirikan oleh Maha Rsi Patanjali merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Samkhya. Ia memiliki daya tarik tersendiri bagi para murid yang memiliki tempramen mistis dan perenungan. Ia menyatakan bersifat lebih orthodox dari pada sistem filsafat samkhya, yang secara langsung mengakui keberadaan dari Mahkluk Tertinggi (ISVARA)
Tuhan menurut Patanjali merupakan Purusa istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan kerja, hasil yang di peroleh dan cara perolehannya. Pada-Nya merupakan batas tertinggi dari benih kemahatauan, yang tanpa terkondisikan oleh waktu, merupakan guru bagi para bijak jaman dahulu. Dia bebas selamanya.

Suku kata suci OM merupakan symbol Tuhan. Pengulangan suku kata OM dan bermeditasi pada OM, haruslah di laksanakan, yang akan melepaskan segala halangan dan akan membawa kepencapaian perwujudan Tuhan.

  1. YOGA SUTRA

Yoga Sutra” dari Patanjali muncul sebagai buku acuan yang tertua dari aliran filsafat Yoga, yang memiliki 4 Bab. Bab yang pertama yaitu Samadhi Pada, memuat penjelasan tentang sifat dan tujuan Samadhi. Bab kedua yaitu Sadhana Pada, menejelaskan tentang cara pencapaian tujuan ini. Bab ketiga, yaitu Wibhuti Pada, memberikan uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi yang dapat di capai melalui pelaksanaan Yoga. Bab ke-empat yaitu Kaiwalya Pada, menggambarkan sifat dari pembebasan.


  1. RAJA YOGA DAN HATTA YOGA

Yoganya Patanjali merupakan Astangga Yoga atau Yoga dengan delapan anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan mengatur pernafasan. Titik puncak dari Hatha Yoga adalah Raja Yoga. Sadhana yang progresif dalam Hatha Yoga membawa pada keterampilan Hatha Yoga. Hatha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan puncak dari Hatha Yoga.
Bila gerakan pernafasan di hentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi tak tertopang. Pemurnian badan dan pengendalian pernafasan merupakan tujuan langsung dari Hatha Yoga. Sat Karma atau enam kegiatan pemurnian badan antara lain Dhauti (pembersihan perut), Basti (bentuk alami pembersihan usus), Neti (pembersihan lubang hidung), Trataka (penatapan tanpa berkedip terhadap suatu objek), Nauli (Pengadukan isi perut) dan Kapalabhati (pelepasan lendir

melalui semacam Pranayama tertentu). Badan di berikan kesehatan, kemudaan, kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan asana, bandha dan mudra.


  1. YOGA, USAHA YANG SISTEMATIK UNTUK MENGENDALIKAN PIKIRAN
Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan pengetatan pada diet, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berfikir. Hal ini harus di lakukan di bawah pengawasan yang cermat dari seorang Yogi yang ahli dan memancarkan sinar kepada Jiwa.
Yoga merupakan satu usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai kesempurnaan. Yoga meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah laku dan pengembaraan pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan supra sadar atau nirwikalpa Samadhi. Pelaksanaan yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan Yoga adalah untuk mengajarkan cara atma pribadi dapat mencapai penyatuan yang sempurna dengan atma tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari atma pribadi dengan purusa tertinggi di pengaruhi oleh WRRTI atau pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang jernihnya seperti Kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan dengan obyek-obyek duniawi.

  1. YOGA DAN SAMKHYA

Sistem filsafat Kapila adalah Nir-Iswara Sankhya, karena disana tak ada iswara atau Tuhan. Sistem Patanjali adalah Sa-Iswara Sankhya, karena ada Iswara atau purusa istimewa di dalamnya, yang tak tersentuh oleh kemalangan, kerja, keinginan, dan sebagainya. Patanjali mendidikkan sistem ini pada latar belakang metafisika dari Sankhya. Patanjali menerima 25 prinsip dari Sankhya. Ia menerima

pandangan metaphisik dari sistem Sankhya, tetapi lebih menekankan pada sisi praktis dari disiplin diri guna realisasi dari penyatuan mutlak purusa atau sang diri.
Sankhya merupakan satu sistem metaphisika, sedangkan Yoga merupakan satu sist. Ia satu sisem disiplin praktis. Yang pertama menekankan pada penyelidikan dan penalaran, sedang yang kedua menekankan pada konsentrasi dari daya kehendak.
Roh pribadi dalam Yoga memiliki kemerdekaan yang lebih besar. Ia dapat mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. Sankhya menetapkan bahwa pengetahuan adalah cara untuk pembebasan. Yoga menganggap behwa konsentrasi, meditasi dan Samadhi akan membawa kepada Kaiwalya atau kemerdekaan. Sistem Yoga menganggap bahwa proses yoga terkandung dalam kesan-kesan dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi dari energy mental pada Purusa yang mencerahi dirinya.


  1. DELAPAN ANGGOTA DALAM AJARAN YOGA

Raja Yoga di kenal dengan nama Astangga Yoga atau Yoga dengan delapan anggota, yaitu 1. Yama, (larangan), 2. Niyama (ketaatan), 3. Asana (sikap badan), 4. Pranayama (pengendalian nafas), 5. Pratyahara (penarikan indriya), 6. Dharana (konsentrasi), 7. Dhyana (meditasi), dan 8. Samadhi (keadaan supra sadar). Kelima yang pertama membentuk anggota luar (bahir-anga) dari yoga, sedangkan ketiga dari yang terakhir membentuk anggota dalam (antar-anga) dari yoga.


  1. YAMA DAN NIYAMA

Pelaksanaan Yama dan Niyama membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan siswa-siswa yoga untuk melaksanakan yoga yang sesungguhnya. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan tanpa kekerasan, kejujuran, pengendalian nafsu, tudak

mencuri dan tidak menerima pemberian yang mengantar pada kehidupan mewah; dan melaksanakan kemurnian, kepuasan, kesederhanaan mempelajari kesucian dan berserah diri kepada Tuhan. Yang terutama dari semuanya ini adalah tanpa kekerasan (ahimsa), karena semua kebajikan lainnyabersumber pada ahimsa. Tanpa kekerasan merupakan pemantangan dari kebencian terhadap semua mahluk hidup di segala waktu dan cara apapun. Bukan hanya tanpa kekerasan tetapi juga tanpa kebencian. Yama atau pengekangan merupakan nazar universal (mahawrata), yang tak terbatasi oleh golongan tempat atau Negara, waktu atau keadaan. Ia harus di laksanakan oleh semua orang, tak ada pengecualian terhadap prinsip-prinsip ini. Bahkan untuk membela diri melakukan pembunuhan tak di benarkan bagi seseorang yang sedang melaksanakan nazar tanpa kekerasan ini. Ia hendaknya tidak membunuh musuhnya sekalipun, apabila ia melaksanakan yoga secara ketat

  1. ASANA, PRANAYAMA DAN PRATYAHARA

Asana merupakan sikap badan yang mantap dan nyaman. Asana atau sikap badan merupakan bantuan secara fisik untuk konsentrasi. Bila seseorang memperoleh penguasaan atas asana, ia bebas dari gangguan pasangan-pasangan yang berlawanan. Pranayama atau pengaturan nafas memberikan ketenangan dan kemantapan pikiran serta kesehatan yang baik. Pratyahara adalah pemusatan pikiran, yaitu penarikan indriya-indriya dari obyek-obyeknya. Yama, Niyama, Asana, Pranayama, dan Pratyahara merupakan tambahan bagi yoga.

  1. DHARANA, DHYANA DAN SAMADHI

Dharana, Dhyana dan Samadhi merupakan 3 tahapan berturut-turut dari proses yang sama dari konsentrasi mental dan karena itu merupakan bagian dari keseluruhan organ. Dharana adalah usaha untuk memusatkan pikiran secara mantap pada suatu obyek. Dhyana merupakan pemusatan yang terus menerus tanpa henti dari pikiran terhadap obyek. Samadhi adalah pemusatan pikiran terhadap objek dengan intensitas konsentrasi demikian rupa sehingga menjadi obyek itu sendiri. Pikiran sepenuhnya bergabung dalam penyamaan dengan obyek yang di meditasikan.
Samyama atau konsentrasi, meditasi dan Samadhi merupakan hal yang sama dan satu yangmemberikan suatu pengetahuan dari obyek supra alami. Siddhi merupakan hasil sampingan dari konsentrasi yang sesungguhnya merupakan halangan terhadap pelaksanaan Samadhi atau kebebasan.


  1. YOGA SAMADHI DAN CIRI-CIRINYA
Dhyana atau meditasi memuncak dalam Samadhi. Obyek meditasi adalah Samadhi. Samadhi merupakan tujuan dari disiplin yoga. Badan dan pikiran menjadi mati sementara sedemikian rupa terhadap semua kesan-kesan luar. Hubungan dengan dunia luar lepas. Dalam Samadhi, yogi memasuki ketenangan tertinggi yang tak tersentuh oleh suara-suara yang tak henti-hentinya dari dunia luar. Pikiran kehilangan fungsinya. Indriya-indriya terserap ke dalam pikiran. Bila semua perubahan pikiran terkendalikan si pengamat yaitu purusa, terhenti dalam dirinya sendiri. Patanjali mengatakan hal ini dalam yoga Sutranya sebagai SWARUPA AWATHANAM (kedudukan dalam diri seseorang yang sesungguhnya)


Ada jenis atau tingkatan konsentrasi atau Samadhi, yaitu Samprajnata atau sadar dan Asamprajnata atau supra sadar. Pada Samprajnata Samadhi, ada obyek konsentrasi yang pasti, di situ pikiran tetap sadar akan obyek tersebut. Sawitarka (dengan pertimbangan), nirwitarka (tanpa pertimbangan), sawicara (dengan renungan), nirwicara (tanpa renungan), sananda (dengan kegembiraan) dan sasmita (dengan arti kepribadian) adalh bentuk-bentuk dari samprajnata Samadhi. Dalam samprajnata samdhi ada kesadarn yang jernih tentang obyek yang di meditasikan, yang berada dengan subyek. Dalam Asamprajnata Samadhi, perbedaan ini lenyap dan menjadi tersenden (terlampaui)
  1. KONDISI GUNA BERHASIL DALAM RAJA YOGA, PENTINGNYA YAMA DAN NIYAMA
Para calon spiritual yang menginginkan untuk mencapai perwujudan Tuhan hendaknya melaksanakan kedelapan anggota yoga ini. Pada penghancuran ketidakmurnian melalui pelaksanaan delapan anggota - atau tambahan - dari yoga, muncullah sinar kebijaksanaan yang membawa ke pengetahuan pembendaan
Guna mencapai Samadhi atau penyatuan dengan Yang Illahi, pelaksanaan Yama dan Niyama merupakan suatu keharusan. Siswa Yoga hendaknya melaksanakan Yama dan mematuhi Niyama secara berdampingan. Tak mungkin mencapai kesempurnaan dalam meditasi dan Samadhi tanpa berusaha melaksanakan Yama dan Niyama. Kamu tak dapat mengkonsentrasikan pikiran tanpa melepaskan kepalsuan, kebohongan, kekejaman, nafsu, dan sebagainya yang di dalam. Tanpa konsentrasi pikiran, meditasi dan Samadhi tidak dapat di capai.

  1. LIMA TINGKATAN MENTAL MENURUT ALIRAN FILSAFAT PATANJALI

Ksipta, Mudha, Wiksipta, Ekagra, dan Nirudha, merupakan lima tingkatan mental, menurut aliran Raja Yoga dari Patanjali. Tingkatan Ksipta adalah pada saat

pikiran mengembara di antara berbagai objek duniawi dan pikiran di penuhi dengan sifat rajas. Tingkatan Mudha, pikiran berada dalam keadaan tertidur dan tak berdaya di sebabkan oleh sifat tamas. Tingkatan Wiksipta adalah keadaan pada saat sifat sattwa melampaui, dan pikiran goyang antara meditasi dan obyektivitas. Sinar pikiran secara perlahan berkumpul dan bergabung. Bila sifat sattwa meningkat, kamu akan memiliki kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan indriya-indriya dan kelayakan untuk perwujudan atman. Tingkatan ekagra adalah pada saat pikiran terpusatkan dan terjadi meditasi yang mendalam sifat sattwa terbebas dari sifat rajas dan tamas. Tingkatan Niruddha adalah pada saat pikiran di bawah pengendalian yang sempurna. Semua wrrti pikiran di lenyapkan.
Wrrti merupakan goncangan atau gejolak pikiran dalam danaunya pikiran. Setiap wrrti atau perubahan mental meninggalkan sesuatu samskara atau kesan-kesan atau kecenderungan yang terpedam. Samskara ini dapat mewujudkan dirinya sebagai keadaan sadar bila ada kesempatan. Wrrti yang sama memperkuat kecenderungan yang sama. Bila semua Wrrti di hentikan, pikiran berada dalam keadaan setimbang (Samapatti).
Penyakit, kelesuan, keragu-raguan, keletihan, kemalasan, keduniawiaan, kesalahan pengamatan, kegagalan mencapai konsentrasi dan ketidakmampuan ketika hal itu di capai, merupakan halangan pokok untuk konsentrasi.


  1. LIMA KLESA DAN KELEPASANNYA

Menurut Patanjali, Awidya (kebodohan), Asmita (keakuan), raga dwesa (keinginan dan anti pati, atau suka dan tidak suka) dan Abhiniwesa (ketergantungan terhadap kehidupan duniawi) 5 klesa besar atau mala petaka yang

menyerang pikiran . Ada keringanan dengan cara melaksanakan yoga terus menerus, tetapi tidak menghilangkan secara total. Mereka akan muncul lagi pada saat mereka menemukan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan. Tetapi

asamprajnata Samadhi (pengalaman mutlak) menghancurkan sekaligus benih-benih dari kejahatan ini.
Awidya merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan merupakan hasil langsung dari Awidya, yang memberi kita keinginan dan kebencian serta menyelubungi pandangan spiritual. Pelaksanaan yoga Samadhi melenyapkan awidya.


  1. PELAKSANAAN KRIYA YOGA

Kriya-yoga memurnikan pikiran, melunakkan 5 mala petaka dan membawa pada keadaan Samadhi. Tapas (kesederhanaan), swadhyaya (mempelajari dan memahami kitab suci) dan Iswara Pranidhana (Pemujaan Tuhan dan penyerahan hasilnya pada Tuhan) membentuk Kriya yoga.
Pengusahaan persahabatan (maƮtre) terhadap sesama, kasih saying (karuna) terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita) terhadap hal yang lebih tinggi, dan ketidak acuhan (upeksa) terhadap orang-orang kejam (atau memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk) menghasilkan ketenangan pikiran (citta prasada)
Seseorangdapat mencapai Samadhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang memberikan kebebasan. Dengan Iswarapranidhana siswa yoga memperoleh karuni Tuhan.



  1. ABHYASA DAN WAIRAGYA

Abhyasa (pelaksanaan) dan Wairagya (kesabaran, tanpa keterikatan membantu pemantapan dan pengendalian pikiran). Pikiran hendaknya di tarik berkali-kali dan di bawa ke pusat meditasi, apabila ia mengarah keluar menuju

obyek duniawi. Ini merupaka Aabhyasa yoga. Pelaksanaan menjadi mantap dan terpusatkan, apabila secra terus menerus selama beberapa waktu tanpa selang waktu dan dengan penuh ketaatan.
Pikiran merupakan sebuah berkas Trsna (kerinduan). Pelaksanaan Wairagya akan menghancurkan segala Trsna. Wairagya memutar pikiran menjauhi obyek-obyek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar (kegiatan Bahirmukha dari pikiran), tetapi mengarahkannya ke kegiatan atnrmukha (mengarah ke dalam).


  1. KEADAAN KAIWALYA ATAU PEMBEBASAN MUTLAK

Tujuan kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari purusa terhadap prakrti. Kebebasan dalam yoga merupakan kaiwalya atau kemerdekaan mutlak. Roh terbebas dari belenggu prakrti. Purusa berada dalam wujud yang sebenarnya atau swarupa. Bila roh mewujudkan bahwa hal itu adalah kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung pada sesuatu apapun di dunia ini, kaiwalya atau pemisahan tercapai. Roh telah melepaskan awidya melalui pengetahuan pembendaan (wiwekakhati). Lima klesa atau mala petaka terbakar oleh apinya pengetahuan. Sang diri tak terjamah oleh kondisi dari citta. Guna seluruhnya terhenti dan sang diri berdiam pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seorang menjadi seorang mukta (roh bebas), prakrti dan perubahan-perubahannya tetap ada bagi orang lainnya. Hal ini, dalam perjanjian dengan sistem filsafat Sankhya, di pegang oleh sistem yoga ini.


Daftar Pustaka

  1. Yayasan Sanatana Dharmasrama Surabaya, INTI SARI AJARAN HINDU, Paramita Surabaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar