Minggu, 12 Januari 2014

acara agama hindu


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ajaran agama Hindu memiliki kerangka yang kuat, karena menampilkan ajaran Tatwa, susila dan yadnya. Tatwa mengisi kecerdasan otak, melatih memandang rahasia-rahasia yang dimiliki Tuhan, dan rahasia dalam diri, serta rahasia-rahasia dalam alam lingkungannya. Dengan demikian manusia atau umat Hindu wajar berpikir sedalam-dalamnya tentang hal tersebut. Susila adalah menyuguhkan ajaran untuk melatih tingkah laku yang berperan menumbuhkan peningkatan rasa pada setiap pemeluk. Disinilah kemantapan dari humanisme yang kekal. Masyarakat Bali yang mayoritas adalah penganut agama Hindu, mempunyai suatu kepercayaan yang tidak lepas dari kebudayaan Bali. Dalam ajaran Hindu menyebutkan bahwa mewujudkan kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang diperlukan adanya persembahan suci yang tulus ikhlas yang dikenal dengan nama Yadnya. Disini terdapat lima yadnya yang selanjutnya dikenal dengan istilah PancaYadnya yaitu lima persembahan suci yang tulus ikhlas. Yadnya adalah menyuguhkan ajaran rela berkorban yang pada hakikatnya adalah memelihara hidup, sebab semua yang hidup di dunia ini bermula dari Yadnya dan tidak terlepas dengan Yadnya itu sendiri. Diketahui makhluk dengan isinya diciptakan Tuhan berdasarkan Yadnya.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari Manusia Yadnya?
1.2.2 Bagaimana Proses upacara manusia yadnya dalam Ajaran Agama Hindu?

1.3 Tujuan
1.3.1 Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami makna yang terkandung dalam yadnya itu sendiri serta dapat mengimplementasikan dalam kehidupan beragama terutama dalam umat hindu.




BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Pengertian Manusia Yadnya

Manusia Yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara serta membersihkan lahir bathin manusia sejak terjadi pembuahan di dalam kandungan sampai akhir hidupnya.Bagi mereka yang sudah tinggi kekuatan bathinnya pembersihan itu dapat dilakukan sendiri, yaitu dengan melakukan yoga semadhi yang tekun dan disiplin. Sebaliknya mereka yang merasa belum mampu melaksanakan hal tersebut akan memerlukan alat serta bantuan orang lain misalnya, melaksanakan upacara yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan upakara (banten), besar atau kecilnya dissesuaikan dengan keadaan. Pembersihan lahir bathin manusia selama hidupnya dianggap perlu agar dapat menerima ilham atau petunjuk suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga selama hidupnya tidak menempuh jalan yang sesat, melainkan dapat berpikir, berbicara, berbuat yang benar dan akhirnya setelah meninggal roh/atmannya menjadi suci bisa bersatu kembali kehadapan Tuhan, setidak-tidaknya mendapat tempat disisinya.
Prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam berYadnya yaitu keikhlasan, kesucian dan pengabdian tanpa pamrih.
Aphalakaanksibhir yadnyo
Vidhi drsto ya ijyate
Yastavyam eveti manah
Samaadaya sa saatvikah

(Bhagavad Gita, XVII.11)
Maksudnya: Yadnya yang dilakukan menurut petunjuk kitab suci (vidhi drstah), dilakukan dengan ikhlas, yang sepenuhnya dipercaya bahwa yadnya itu sebagai suatu kewajiban suci. Yadnya yang demikian itu tergolong Satvika Yadnya.
Kata “upacara” berasal dari bahasa Sansekerta artinya “mendekat”. Sedangkan yadnya artinya ikhlas berkorban untuk tujuan yang benar dan suci. Jadi, upacara yadnya adalah upaya spiritual dengan bentuk ritual dengan tujuan mendekatkan diri pada Tuhan dengan landasan bhakti.
Bhakti pada Tuhan itu lebih lanjut didayagunakan untuk meningkatkan keluhuran moral dan daya tahan mental untuk memelihara kesejahteraan alam serta mengabdi pada sesama manusia dengan landasan punia. Asih dan punia itulah sebagai wujud bhakti kita kepada Tuhan. Jika bhakti itu tanpa rnenyayangi alam Iingkungan dan mengabdi pada sesama dengan tulus maka bhakti akan sia-sia saja. Selanjutnya upacara yadnya itu ada upakaranya. Kata upakara dalam bahasa Sansekerta artinya melayani. Karena itu dalam Lontar Yadnya Prakerti bentuk-bentuk upakara itu sebagai lambang pelayanan kepada Tuhan, kepada sesama manusia dan juga pelayanan kepada alam atau bhuwana. Dari pemahaman tersebut dapat dinyatakan bahwa suksesnya suatu upacara yadnya apabila ada secara nyata upaya melestrikan alam lingkugan, adanya perhatian yang nyata pada nasib sesama sehingga hubungan manusia dengan manusia semakin harmonis, dinamis dan produktif secara spiritual dan meterial.
Perlunya penyucian dalam hidup manusia disebutkan dalam beberapa kitab suci, misalnya :Cilakrama, Weda Smerti sebagai berikut:
Adbhir gatrani cudhyanti
Manah satyena cudhyanti
Widyatapobhyam bhrtatma
Buddhir jnanena cuddhyanti (M.S.109)
Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, Roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa, Akal dibersikan dengan kebijaksanaan.
Waidikaih karmabhih punyair
Nisekadirdwijamanam
Karyah carirahsamskarah pawanah pretya ceha ca
Pawanah pretya ceha ca (M.S.II.26)
Artinya Sesuai dengan ketentuan-ketentuan pustaka Weda, upacara-upacara suci hendaknya dilaksanakan pada saat terjadi pembuahan dalam rahim ibu serta upacara kemanusiaan lainnya bagi golongan triwangsa, yang dapat mensucikan dari segaladosa dalam hidup ini maupun setelah meninggal.
Garbhairhomairjatakarma
Caudamaujini bandhanah
Baijikam garbhikam caino
Dwijanamapamrjyate (M.S.II.27)
Artinya: Dengan upacara membakar bau-bauan harum pada waktu sang ibu hamil, dengan upacara jatakarma (bayi waktu lahir), upacara Cauda (upacara Gunting rambut pertama) dan upacara Maunji bandhana (upacara memberi kalung) maka kekotoran yang di dapat dari orang tua akan terhilang dari Tri wangsa.
Dalam sumber tersebut dinyatakan pula adanya upacara jatakarma (bayi lahir), namadeya (pemberian nama) dan upacara-upacara seperti yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali serta daerah lainnya. Pada dasarnya upacara tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
  1. Upacara penyucian terhadap hal yang kurang baik di sebabkan oleh orang tua (ayah-ibu). Yang tergolong dalam upacara ini adalah upacara penyucian selama dalam kandungan, kelahiran bayi, pemberian nama, gelang serta perhiasan dan upacara lain sampai pada penggundingan rambut pertama.
  2. Upacara penyucian terhadap hal-hal yang kurang baik disebabkan oleh diri sendiri semasa hidup yang lampau ataupun sekarang. Yang tergolong dalam upacara ini adalah: Peringatan hari kelahiran, meningkat dewasa, potong gigi dan perkawinan.


2.2 Proses upacara Manusia Yadnya dalam Ajaran Agama Hindu
            Manusa Yadnya adalah persembahan suci kehadapan sesama (manusia). Tujuan melaksanakan korban suci ini adalah untuk pembersihan lahir batin. Pembersih lahir batin ini dilakukan setiap hari, setiap saat dan berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya agar atma dapat manunggal dengan parama atma.
            Berdasarkan tujuan dan pengertian Manusa Yadnya yang telah diuraikan di atas, maka satu putaran hidup manusia dapat dilihat berkali-kali dilaksanakan upacara Manusa Yadnya terhadap seseorang itu. Boleh jadi pembersihan bayi sejak dalam kandungan, sampai bayi lahir, dan menjadi dewasa, serta sampai mengakhiri hidupnya. Weda Parikrama menjelaskan, tubuh dibersihkan dengan air, pkiran dibersihkan dengan kejujuran, roh dibersihkan dengan ilmu dan tapa dan akal dibersihkan dengan kebijaksanaan.Berkaitan dengan hal ini berarti kita membersihkan diri terhadap semua hal di atas.   Agama Hindu dalam prakteknya yang berkaitan dengan pembersihan roh jasmani dan roh rohani tidak bias terlepas dari  menggunakan banten sebagai  wujud korban dan berkaitan dengan Manusa Yadnya. Hal ini sangat bersifat spiritual. Pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari dapat berwujud material dan juga spiritual. Misalkan uang, nasi, air atau hal-hal yang temasuk dalam sandang, pangan dan papan. Kemudian pemberian ilmu pengetahuan, nasihat, petunjuk, jasa dan sejenisnya adalah yang bersifat spiritual. Sifat pemberian seperti di atas, bila didasarkan atas ketulusan hati menurut lontar slokantara disebut Stvikdana. Bila pemberian itu dikaitkan dengan unsur pamrih, walaupun sedikit adanya dalam batas wajar disebut Rajasikdana. Bila suatu pemberian mempunya ikatan pamrih keuntungan yang banyak hal ini disebut Tamasikdana.
            Kembali pada pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan sarana banten, dilaksanakan dalam masa-masa transisi. Masa sekarang ini dipandang mempunyai nilai baik untuk dibuatkan pembersihan spiritual.
       Adapun waktu-waktu yang dipandang baik untuk melaksanakan upacara itu adalah ketika:
       a.  bayi dalam kandungan dibuatkan upacara pagedong-gedongan.
       b.  bayi baru lahir dibuatkan upacara mapag rare.
       c.  bayi tatkala kepus puser dibuatkan upacara kepua puser.
       d.  bayi dua belas hari dibuatkan uapacara lepas hawon
       e.  bayi berumur 42 hari dibuatkan upacara kambuhan
       f.   bayi berumur tiga bulan dibuatkan upacara nyambutin
       g.  bayi berumur enam bulan dibuatkan upacara oton.
       h.  bayi baru tumbuh gigi dibuatkan uapacara ngampugin.
       i.   anak giginya tanggal untuk pertama kalinya dibuatkan upacara makupak.
       j.   anak sudah meningkat remaja dibuatkan upacara ngraja.
       k.  anak menjadi dewasa dibuatkan upacara matatah.
       l.   bila ia ingin mendalami ilmu kerohanian maka dibuatkan upacara mawinten.
       m. bila ia ingin membentuk rumah tangga maka dibuatkan upacara pawiwahan.
Dengan demikian sudah jelas bahwa satu putaran hidup menjadi manusia banyak sekali dibuatkan upacara Manusa Yadnya. Di zaman perkembangan umat Hindu sekarang ini, Manusa Yadnya yang diberikan pada anak akan lebih berguna bila peningkatan sumber daya manusia itu diantisipasi dengan lebih awal. Oleh karena itulah agar anak-anak merasa lebih mandiri dan
berdaya guna nanti ia patut diberikan jaminan hidup yang cukup, fasilitas pendidikan dan terdidik.
            Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Manusa Yadnyaakan diuraikan satu persatu secara singkat, yaitu:

a.    Upacara Pagedong-gedongan
Upacara pagedong-gedongan disebut juga upacara garbhadana. Tujuan upacara ini adalah memohon keselamatan jiwa araga si bayi yang ada dalam kandungan.Diharapkan melalui upacara ini bayi yang lahir dalam keadaan selamat, kemudian dapat hidup, tumbuh menjadi yang berguna bagi masyarakat. Demikian pula dimohonkan keselamatan atas diri si ibu dan lancar pada waktu melahirkan. Secara umum hal ini diwujudkan dengan memohon penglukatan yang khusus untuk orang hamil dari seorang sulinggih terutama bertepatan dengan hari sabtu keliwon uku wayang (Tumpek Wayang) atau dipilih dari hari yang di anggaap baik untuk maksud tersebut.

Menurut lontar kuno Dresti upacara Garbhadanaini baik dilaksanakan setelah kandungan berumur lima atau enam bulan kalender, karena pada saat itulah pertumbuhan janin sudah sempurna berbentuk sosok bayi utuh berbadan laki atau perempuan.
Selain melaksanakan upacara seperti di atas, orang tua menjadi wajib melaksanakan brata dalam kehidupan sehari-hari.Misalnya orang tua jangan berucap “Wakcapala” artinya berkata-kata kotor. Selain itu orng tua wajib melaksanakan “Wakpurusia” artinya tidak berkata yang dapat menyakitkan hati orng lain. Termasuk juga selalu memelihara ikatan cinta kasih dalam membina rumah tangga.Bila brata seperti di atas tidak dilaksanakan maka dikhawatirkan sifat buruk di atas dapat berkibat buruk bagi bayi dalam kandungan.Agar bayi mendapat pengaruh yang baik, sebaiknya orang tua berperilaku positif, misalnya membaca buku-buku kerohanian, wiracerita, atau cerita-cerita yang bersifat tuntunan budi luhur. Upacara ini terutama di tunjukkan kepada janin (sibayi yang ada di dalam kandungan) dan merupakan upacara manusa yadnya pertama sejak menjadi manusia. Secara umum hal ini diwujudkan dengan memohon penglukatan yang khusus untuk orang hamil
Susunan Upakara
  1. Upakara yang terkecil (nistaning madya)
* Untuk memohon penglukatan:
Peras, ajuman, daksina, canang lengawi-buratwangi, dn pembersihan Banten ini dihaturkan kepada sulinggih.
*Untuk penglukatan:
Periyuk tanah yang baru (payuk anyar) berisi air pancuran, bunga sebelas jenis, bunga tunjung/teratai beserta daunnya, dilengkapi dengan ujung cabang bunut ancak, beringin, orang yang masing-masing 3 buah dan samsam daun, dapdap, daun temen serta bija kuning. Air ini akanndipujai oleh sulinggih kemudan dipakai ngelukat orang yang hamil. Pelaksanaanya bersama-sama dengan saat “Nyuryasewana)/ pemujaan pagi.
  1. Upakara yang kecil (Nista)
*Untuk pempinan upacara, persaksian di permandian dan dirumah (surya sanggah kemulan): Peras, ajuman, daksina dan kelengkapannya
*Penyucian orang yang hamil: Seperti diatas ditambahkan penglukatan dipermandian, byakala dan prayascita serta tongkat bungbung. Ketututan, sesayut pemahayu tuwuh dan sesayut tulus dadi.
*Untuk tataban: Peras, pengambeyan, penyeneng, (sorohan tumpeng), sesayut. Ketututan, sesayut pemahayu tuwuh dan sesayut tulus dadi.
3. Upkara yang lebih besar (Madya)
Upakara seperti diatas ditambahkan banten “pagedongan matah” seddangkan tatabannya bisa di tingkatkan menggunakan pulagembal (sekartaman) beserta reruntutannya. Demikian juga banten pesaksi disesuaikan.
Tata Upacara pelaksanaan
  1. Bila upakaranya terkecil, maka upacara dilaksanakan ditempat sulinggih NyuryaSewana, kemudian setelah sampai dirumah bersembahyang di merajan/sanggah kemulan dan mohon wangsuh-pada sebagaimana biasa.
  2. Bila upakaranya lebih besar (Nista dan madya) maka selain memohon penglukatan pada hari sabtu keliwon uku wayang (Tumpek wayang), dimohonkan pula penglukatan disungai yang besar atau pancoran dengan pembuangan air yang deras dengan susuanan acara sebagai berikut:
  • Orang yang hamil diantar kesungai atau pancuran bertongkat bungbung (seruas bambu yang telah dibuang ruasnya), diikat dengan benang satu “tukel” ujung benang dipegang oleh suami. Ada juga yang membuat permandian sementara dirumah dan perjalannya diwujudkan dengan mengelilingi tempat tersebut.
  • Sesampainya di permandian, terlebih dahulu menghanturkan banten persaksian/ atur uning disertai menghaturkan pengresikan diteruskan kepada yang hamil.
  • Selanjutnya orang yang hamil disuruh mandi, mencuci rambut dann selama mandi tetap menggunakan pakaian.
  • Setelah selesai lalu berganti baju dilanjutkan dengan bersembahyangan diakhiri dengan penglukatan.
Priyuk untuk memohon penglukatan seperti diatas demikian pula perlengkapan (bunga dll) yang ada di dalamnya. Ada juga menggunakan sangku sudamala.
  • Seusai melukat di permandian, lalu kembali kerumah (bertongkat bungbung) untuk mebyakala dan meprayascita di halaman rumah atau dihalaman merajan/ sanggah sesuai kebiasaan, dilanjutkan bersembahyang dimerajan sesuai dengan petunjuk pimpinan upacara.Menurut lontar kuno Drsti hanya si suami yang bersembahyang sedangka si istri/ orang yang hamil duduk di sebelahnya.
  • Setelah itu lalu mejaya-jaya, serta ngayab/natab banten pagedongan dan tataban. Upacara ini dilaksanakan dikamar tidur orang yang hamildan banten “pagedongan” dibiarkan sampai lewat tiga hari, sedangkan yang lain boleh diambil pada hari itu.
Mantra Pagedongan
Om sanghyang paduka ibu pertiwi, bhatari gayatri, Bhatari Sawitri, Bhatari suparni, Bhatari Wastu, Bhatari kedep, bhatari angukuhi, bhatari kundangkasih, bhatari kamajaya-kamaratih, mekadi pakulun Hyang widiyadara-widyadari, Hyang kuranta-kuranti, samodaya iki tadah saji aturan manusan ira amangan, anginum, manawi ana, kirangan kaluputan ipun den agung ampuranen manusan ira, mengke ulun aminta nugraha ring sira samuwa aja sira angedongin, angancingin, muwang anyangkalen, wakakenalawangira salacakdana,wakakena den alon sepungana nuta anak-anakan ipun dena pekik, dirgayusa yuwana weta urip tan ana saminaksan ipun. Om sdhi rastu swaha.
Penjelasan beberapa banten
  1. Banten Pagedongan matah
Sebuah bakul atau paso disi tampak, beras, kelapa, telur, ketan, injin, beras merah, pisang mentah, tingkih pangi, biji-ratus, gantusan, palawa pesela, base-tempel, benang putih dll seperti isi daksina masing-masing satu biji.
  1. Sesayut pemahayu tuwuh, alasnyaaled sesayut disi nasi penek atau tumpeng satu buah, rerasmen stu tangkih berisi satu ekor ayam panggangn dilengkapi buah-buahan, jajan sampian nagasari, penyeneng dan canang-genten atau canang sari.
  2. Sesayut Tulus dadi alasnya aleed sesayut disi nassi penek merah, rerasmen disertai ayam panggang 1ekor, bulunya berwarna merah (siap biing), dilengkapi jajan, buah-buahan dan lainnya seperti diatas, tetebus berwarna merah, putih dan hitam (tri datu).
  3. Sesayut ketututan aled sesayut diisi nasi telompokan, penek tapak disusun kelapa yang disisir, rerasmen dan disebelahnya rempah-rempah untuk obat (basan ubad), kapur sirih masing-masing satu bungkus, kemudian dilengkapi jajan, buah-buahan, sampean nagasari dan canang genten atau canang sari.
Berata atau pantangan , orang yang hamil tidak boleh menyembah jenazah, mengusung tirta pengentas dan juga bersembahyang dipura dalem atau prajepati, dll sesuai dengan adat setempat atau keluarga. Suaminya agar berusaha menjaga ketentraman kebahagiaan istrinya sering memperdengarkan cerita keagamaan dan kepahlawanan.

b.    Upacara mapag rare
Ketika bayi baru lahir, dibuatkan uapacara mapag rare. Tutuannya mengucapakan syukur kepada sang Hyang Dumadi, bahwa bayi dapat lahir dengan selamat. Melalui upacara ini, diharapkan Sang Hyang Dumadi menjiwai bayi tersebut, dapat hidup dhurgayusa dhirgayu. Berkaitan dengan bayi baru lahir perlu diketahui cara memelihara tembumi.
Tembumi dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam kelapa yang dibelah dua, juga dimasukkan duri-duri.Seperti duri terong, nawar dan sebagainya.Dan dilengkapi juga dengan
sirih lekesan, kelapa yang dibungkus ijuk, kain putih baru.Ditanam sebelah kanan pintu masuk, kalau bayi laki-laki dan sebelah kiri kalau bayi perempuan.
Saat memendam ke bumi mengucapakan mantra:
ong sang ibu pertiwi rumsga bayu,
ruange amerta sanjiwani,
angemertaning sarwa tumarah…[wong bayi]
mangda dirgayusa nugtugan tuwuh”


artinya:
ya Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi ibu pertiwi laksana sumber kehidupan, memberikan hidup kepada semua makhluk, semoga panjang umur dan selamat.
Setelah itu tembumi serta ditindih dengan pohon pandan, lalu dihaturkan banten segehan kepada catur warna.Lengkap dengan bawang, jahe, garam serta canang satu pasang.
Catatan: * Mengenai tulisan pada kelapa, ucapan atau doa pada waktu memendam ari-ari demikian pula perlengkapan serta segehannya disesuaikan dengan petunjuk sulinggih atau rokhaniawan yang dipercaya sebab setiap lontar manusia yadnya ada perbedaanya tetapi mempunyai pengertian dan tujuan yang sama. * Tiap ada upacara yang ditujukan kepada si bayi (kepus puser 42 hari dll), agar tidak melupakan ari-arinya dan sesajennya disesuaikan dengan petunjuk pimpinan upacara. * Bila keadaan tidak memungkinkan untuk memndam ari-ari, bisa di hanyutkan kelaut atau di urus oleh petugas ditempat melahirkan, sedangkan upacara serta upakaranya di sesuaikan.

Upakaranya disebut dengan dapetan, tingkatannya disesuaikan dengan keadaan misalnya:
  1. Dapetan yang terkecil
  1. Muncuk kuskusan, adalah: sebuah aled diisi nasi muncuk kukusan (berbentuk tumpeng agak pendek), rerasmen, jajan, buah-buahan, sampean nagasari atau sampian jaet, penyeneng, dan canang genten atau canang sari.
  2. Ajuman putih kuning, adalah sebuah aled diisi penek tapak berwarna putih dan kuning, masing-masing 1buah, dilengkapi reraasmen, jajan, buah-buahan, sampian soda atau ajuman, dan canang genten.
  1. Dapetan yang lebih besar, seperti diatas ditambahkan jerimpen di wakul, yaitu sebuah wakul kecil berisi sebuah tumpeng sedangkan perlengkapan lain seperti muncuk kuskusan.
Semua banten tersebut (satu atau dua) dihaturkan kepada sang dumadi, ditempatkan disamping tempat tidurnya agak kehulu.


c.    Upacara Kepus Puser
Tujuannya pembersihan tempat suci bangunan pekarangan.Puser dikeringkan dengan rempah-rempah dan disimpan di tempat tidur si bayi, saat si bayi diasuh oleh Sang Hyang Kumara dan untuk beliau dibuatkan “kemara” (sejenis pelangkiran) digantugakan atau ditempelkan pada tembok diatas tempat tidurnya. Menurut methology (lontar Sivagama), sang haying kumara merupakan salah satu putra dewa siwa yang dikutuk tetap menjadi anak-anak agar tidak termakan ketadah oleh kakaknya yaitu sang hyang gana dan sang hyang kala, supaya kelahirannya berguna maka sang hyang kumara di tugaskan menjaga bayi sampai giginya tanggal (maketus) sedangkan sang hyang gana menjadi penuntun para dewa, manusia, membebaskan rintangan serta kesulitan dan sang hyang kala dibolehkan makan orang yang lalai pada dharma, tidak melaksanakan ajaran agama.
Susuna upakara:
  1. Upakara yang terkecil terdiri atas:
Banten panelahan, banten kumara, banten labahan si ibu dan banten ari-ari.
  1. Upakara yang lebuh besar:
Seperti diatas ditambahkan banten tataban sebagai mana waktu lahir.
Penjelasan beberapa banten.
  1. Banten penelahan, sebuah pengeresikan atau pembersihan dilengkapi bija kuning beralaskan dua lembar daun dapdap. Baten ini terutama dihaturkan pada pelinggih-pelinggih dimerajan dan di rumah.
  2. Banten labahan si ibu sebuah ajuman atau soda dilengkapi daging babi, ikan laut atau teri, kepiting, udang, siput, belut, dan lauk pauk lainnya.
  3. Banten kumara yang kecil serta kelengkapannya.
  • Sebuah ajuman atau soda, peneknya berwarna putih dan kuning, sedangkan rasmennya dilengkapi telur dadar.
  • Sebuah ceper atau tamas kecil disi: jaja kekiping, geti-geti, nyahnyah-geringsing (nyahnyah gula kelapa), pisang emas, serta beberapa jenis jajan lainnya berwarna putih kuning di lengkapi sampian sri-kekili, canang burat wangi dan canang sari.
  • Kumara dihiasi kain, bunga yang harum semua berwarna putih kuning dilegkapi dengan candiga busung serta gantung-gantungannya.
  1. Banten Ari-ari, segehan kepel seperti waktu lahir; ada juga yang menggunakan nasi kepel warna putih, merah, kuning, hitam dan jika memngkinkan ditempat menanam ari-ari mendirikan sanggah; sesajennya seperti banten kumara, diheturkan kepada hyang ning ari-ari. Dinyalakan lampu selama 42 hari.


d.    Upacara ngelepas hawon
Setelah bayi berumur dua belas hari dibuatkan suatu upacara ngelepas hawon dengan tujuan bayi tetap sehat selamat dan panjang umur. Di beberapa daerah diBali ada kebiasaan untuk “ngaluwang/maluasan” yaitu meanyakan kepada “dukun” (orang yang bisa berhubungan dengan pitara), siapa kiranya yang menjelma kepada si bayi dan apa yang akan di inginkan agar kelahirannya bisa selamat dan panjang umur. Sesajen untuk sekedar memperingati, adalah dapetan sseperti waktu lahir, kepus puser, demikian pula untuk Sang Hyang Catur Sanak dan kepada Sang Hyang Kumara.



e.    Upacara Tutug kambuhan
Upacar ini sering pula disebut upacara mecolongani. Tujuannya adalah:
  1. melakukan pembersihan jiwa raga si bayi, denagn cara mengupacarai nyama bajang. Banyak nyama bajang ada 108, antara lain: bajang colong, bajang bukal, bajang yeh, bajang lengis, bajang bejulit, bajang kebo, bajang ambengan, bajang papah, bajang tukal, bajang dodot, bajang
sapi dan lain-lain. Semua jenis bajang di atas berfungsi membantu ketika bayi dalam kandungan, sehingga menjadikan wujud yang sempurna.Maka dari itu kekuatan bajang perlu disucikan agar si bayi mendapat kerahayuan. membersihkan ibu bapa si bayi dengan suatu banten pahyakala, prayascita dan banten tataban. Maksudnya setelah bayi berumur 42 hari, diharapkan orang tua bayi dapat memasuki tempat-tempat suci. Ketika dilaksanakan upacara inilah, baru peetama kali si bayi dimohon penglukatan terhadap Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Siwa serta Sang Hyang Guru di sanggah kemulan. Susunan Upakara,
Upakara yang kecil:
  • Untuk si ibu: Byakala dan Prayascita lengkap dengan tirta penglukatan
  • Untuk si bayi: Banten pesuwugan/bekakulan, banten kumara, banten ari-ari dan dapetan.
Upakara yang lebih besar:
  • Untuk si ibu : seperti di atas.
  • Untuk si bayi: Seperti diatas diatas ditambahkan banten “pacolongan” jejanganan, banten panglukatan di dapur, sumur/permandian dan di merajan serta tataban/ dapetan bisa ditambahkan banten pemagpag.
  • Untuk melobangi telinga: Peras, ajuman,daksina beserta urutannya dan alat untuk melobangi adalah jarum perak atau jarum emas (bila menggunakan jarum yang ada pada kancing emas), bila telinga si bayi telah di lobangi oleh petugas kesehatan, maka ucara ini dilaksanakan secara simbolis, dan upakaranya di ayabkan pada si bayi.
Tata Upacara / pelaksanaan.
Terlebih dahulu kedua orang tua si bayi mebeakala dan prayascita, kemudian si bayi menatab banten pasuugan/ Bekakulan dan dapetan. Bila upakaranya lebih besar, maka setelah orang tuanya mebyakala dan meprayacita, si bayi dimohonkan penglukatan di dapur, disumur atau pancuran atau tempat mengambil air dan yang terakhir disanggah atau merajan; bisa juga acara natab didahulukan kemudian mohon penglukatan dan wangsuhpada. Dalam hal ini hendaknya mengikuti petunjuk pimpinan upacara.
Berberapa Mantra
  1. Mantra panglukatan di Dapur: Om indah ta kita Sang Hyag Utasana sira masarira sarwa baksa iki manusane si anu aneda nugraha widhi, angeseng lara roga wigena, mala papa petakene si anu wastu geseng dadi awu. Om Ang Rudra Ujaala niya namah.
  2. Mantra penglukatan dipermandian (sumur): Om ung gangga sputa jiwa ya namah, Om gangga mili yanamah, pukulun-ulun aminta atmane si anu, menawi ta atmane pun anu ketepuk ketegah olih srwa bhuta kala, karem ring sumur agung ndaweg antuk akena ring rage walunan ipun, alun anebas ring sira hyang bhatari gangga pati. Om Sriyambawantu, purnambhawantu, sukambhawantu swaha.
  3. Mantra penebasan penglukatan ring hyang guru kemulan: Om pakulun sang hyang guru reka, sang hyang kawi swara, sag hyang saraswati suksma, sang hyang brahma wisnu iswara, makadi sang hyang surya-chandra, lintang teranggana, ulun aneda nugrahawidhi, angalukat dasamala, papa patakene si anu, wastu moksa ilang lara roga wigena danda upadrawene si anu, Om Siddhi rastu yanama swaha.
  4. Mantra Ring Sang Tinebasan: Om dirgayusa awetanig raga langgeng, angapusing balung pila pilu, angapusing otot pila-pilu angapusing atma juwitanesang tinebas-tebasan, tunggunende nire sang haying bayu pramana, amuwuhana tuwuh ipun. Om dirgayusa aweta urip, siddhi rastu tatastu astu swaha.
  5. Mantra bajang Colong: Om sang kosika, sang garga, sang meri sang kurusia sang patanjala, sang malipa, sang malipi, pinaka bapa bajang, sakwehing araning bajang, yan wus sira amukti, pamuliha kita kedesanira sowing-sowang. Om Syah, syah,syah poma.
  6. Mantra Jejanganan: Om bapa banglong, babu benog, calungkup, babu gadobyah, babu suparni, babu dukutsabhumi, miwah sakwehing araning babu bajangan kabeh, iki tadah sajin nira, sekul li wet, jangan kacangsetungkeban, amuktia sari sir, aja sira nyumet, aje sire nyedut asunange rare ning nghulun, enak amengan enak aturu, enak ameng-ameng, suhudan-hudan takeng jejake luputa ring lara roga, sahut bagya sangkalan ipun, asing kirang asig luput sampun ta ageng sampun nira, amuktia, atuku sira ring pasar agung, wus sira amuktia sarisun amintia sari sira lan babekelan nira kabeh, iki ta pipis satak salata sih raksanen ta rare ning hulun amongan ta sunu magkana pangeraksanira ring bajang bayi, kadep siddhi pamastunku. Om Sriyanme nama namah.
Penjelasan beberapa banten

  1. Baten Pasuwugan
Banten ini berfungsi sebagai pembersihan terhadap sibayi serta pemberian makan yag di perlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Hal ini terlihat pada banten yang terdiri atas:
  1. Nasi berisi daging ayam, itik babi, telur siput serta rerasmen. Tiap jenis dialasi sebuah ceper/yang lain, disusuni sebuah sampian plaus/panak sampian.
  2. Dua buah kungkang (sejenis jejahitan) berisi nasi serta lauk-pauk berupa sessate, dialasi bokor berisi beras, (base tempel), benang putih, telur ayam yang mentah dan wang 225biji/kepeng. (telur ayam diusapkan pada bada si bayi sebagai penyuciannya)
  3. Upakara lainnya: peras, ajuman, daksina, suci, “sorohan tumpeng pitu” beserta reruntutannya (pengulapan, pengambeyan, penyeneng dall)
  1. Banten penglukatan di dapur, Untuk maksud seperti 1c, hanya pada peras menggunakan ayam biing (berbulu merah) dipanggang dan di lengkapi sebuah periyuk beriai air serta bunga untuk memohon penglukatan.
  2. Banten penglukatan di sumur/ permandian, sperti diatas tetapi menggunakan ayam hitam.
  3. Banten penglukatan di merajan atau disanggah kemulan, seperti diatas tetapi menggunakan ayam putih.
  4. Banten Pecolongan, banten ini dinamakan pula banten “pebajangan” terdiri atas:
  1. Sebuah buki atau (periyuk tanah bagian bawahnya berlobang), diberi kalung tapis sedangkan didalamnya diisi sebuah jantung pisang (pusuh biu) dan sebuah pelapah kelapa yang berlbanng; jantung pisang disisipi 3kepeng biji wang dan pada lubang pelapah digantungi tipat belaying(keduanya tidak diisi beras) serta gantung-gantungan dan diisi tapak dara dari kapur sirih.
  2. Penjor terbuat dari pelapah enau muda, daun padaujungnya masih utuh sedangkan dibawah hanya tinggal lidinya disisipi bunga kembang sepatu yang berwarna merah; akan baik sekali bila mengguakan “pucuk bang”.
  3. Sesajennya terdiri atas: ceper 4 buah masing-masing berisi dua buah tumpeng kecil, jajan buah-buahan, sampian peras cenik dan rerasmen yang menggunakan” iewak” guling baling, guling katak dll diperoleh dengan nyolong di jalan atau di tempat banyak/ di depan orang yang memiliki.
  1. Jejanganan,tempatnya menggunakan ngiu yang agak besar diisi beras, base tempel, benang,wang kemudian disusuni oleh taledan serta komponen banten jejanganan sebagai berikut: nasi berbentuk bulan , matahari babi/bangkal, burung, jalan, tulang rusuk/iga., tulang dada/tangkar, dan beberapa nasi putih ada yang disisipi dengan cecongger, bulu ayam, bulu itik, angsa siput yang digoreng atau direbus,bandeng (ikan tambak), ikan laut, ikan teri, telur rebus, terasi bawang jahe, laos kunir kencur Lombok (semua dalam keadaan mentah).

f.   Upacara Nyambutin (Tiga Bulanan)
upacara nyambutin terlaksana setelah bayi berumur tiga bulan atau 105 hari. Tujuan upacara ini dalah:
1)    memepertegas nama si bayi
2)    membersihkan jiwa raga si bayi
Serangkaian upacara nyambutin bias disertai dengan upacara turun tanah. Tujuannya adalah memohon keselamatan terhadap ibu pertiwi atas kehidupan anak berkaitan dengan tanah.
Sususnan Upakara: Upakara yang terkecil terdiri atas, pengelepas aon, penyambutan, jejanganan, banten kumara dan tataban seadanya, serta banten turun tanah (bila dilaksanakan). Upakara yang madya lebih besar terdiri atas, banten seperti diats tetapi tatabannya” pula gembal sekartaman” beserta reruntutanya.
Tata upacara: Terlebih dahulu pemimpin upacara memuja memohon tirtha penglukatan pembersihan lalu memercikan pada semua banten dan juga pada busana/gelag, kalung, anting lalu diberikan kepada bayi, lalu dilanjutkan untuk sembahyang memohon wara nugraha kemudian melukat/mejaya-jaya, natab semua banten dan akhirnya mohon tirtha/wangsuh pada dengan megogo-gogoan yaitu megambil perhiasan pada sebuah “taman” yang dibuat secara simbolis, setelah mendapat perhiasan serta memkainya barulah dilanjutkan dengan upacara seperti diatas.
Penjelasan beberapa buah baten
  1. Banten pengelepas aon, sebagai alas digunakan daun telunjungan (daun yang ujungnya utuh), diisi nasi muncuk-kuskusan, jajan, buah-buahan,rerasmen sampian nagasari, , disisipi “linting” 3buah masing-masing digantungi calon nama si bayi. Saat upacara lintingdinyalakan dengan nama yang tercantum pada linting yang terakhir mati dipakai sebagai nama si bayi, sedangkan abunya dipakai sebagai basma/dioleskan pada dahi si bayi.
  2. Banten penyambutan, sebagai als digunakan sebuah temoat berbentuk bundar (tempeh) disusuni taledan, kemudian ditengah-tengah diisi beras, sebutir kelapa yang telah dikupas, telur itik dll seperti isi daksina masing-masing satu biji, sedangkan pada tiap sudut diisi sebuah tumpeng (4buah tumpeng) dan yang ditengah menggunakan tumpeg yang berujung telur ayam yang direbus, masing-masing diserti jajan, buah-buahan, rerasmen dan berisi 1buah ekor ayam yang dipanggang,
  3. Banten mengelilingi lesung (bantebn magogo-gogoan) bertempat di depan sanggah kemulan, alat perlengkapannya adalah sebuah lumping batu (lesung) disusuni paso berisi air, gelang kalung anting serta ditengah-tengah ada taman (sejenis jejahitan) berisi air bunga 11warna dialasi priyuk tanah sebagai alat penciprat penutupnya dinamakan padma jejahitan janur kelapa gading.Dan disertai peras, ajuman, daksina suci, pengulapan, pengambeyan, penyambutan, jejanganan serta tetaban sesuai dengan kemampuan.
  4. Banten turun tanah, seperti halnya mengeilingi lesung, upacara ini bertempat didepan sanggah merajan kemulan; tanah tempat si bayi menginjakkan kaki bergambar “badawang nala’ sesajennya adalah: peras ajuman,daksina dan tipat kelanan, saat ini bayi digendong oleh anak yang giginya belum tanggal, seusai upacara semua sesajen diberikan kepada anak yang menggedong bayi tersebut.
Beberapa Mantra
  1. Manttra pengelepas aon: Pakulun betara brahma, betara wisnu, betara iswara, manusa nira si anu anglepas aon ipun ri betara tiga pikulun angyuda letuh ipun, teke suda, teke suda, teke suda, lepas malan ipun.
  2. Mantra penyambutan:Pikulun kaki sambut, nini sambut, tan edanan sambut agung, sambut alit, yan lunga mangetan, mangidul, mangalor, mangulon, mwang maring tengah atmane si jabang bayi tinitutan denig prawetek dewata pinayungan. Kala cakra,pinageran wesi sambut ulihana atma bayu pranama ne si jabang bayi, maka satus dua lapan amepeki raga sarira ipun.
  3. Mantra mnegelilingi lesung: Om sang wawu pada wawu, anak ira si tunggal ametung, putun ira si karang jarat, sira anak anakanb beligo, ingsun anak-anakan pusuh, ingsun anak-anakan watu, sira anak anakan antiga, ingsun anak-anakan manusa,
  4. Mantra ngayab natab banten penyambutan tataban dan yang lainnya: Pakulun kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri, ingsun aneda sih nugraha ne ring kita, sambuta, ulapi atmane si anu, menawi weten atman ipun anganti ring pnggiring samudra, ring tengahing udadi, ndaweg ulihakna,ring awaknia si anu, depun tetp, madel, depun kukuh, pageh aweta, urip (dilanjutkan dengan ayu werdi……….)
  5. Mantra menurunkan bayi: Pakulun kaki citragotra, nini citragotri, ingsun minta nugraha nurunaken rare, ring lemah, turun ayam, ameng-ameng sarwa kencana sri sedana, katur ring betari nungkurat, betari waastu, betari kedep, makadi kaki citragotra, nini citragotri, iki aturan ipun shrahatos, ameta urip waras dirgayusa, tan kemeng geget, wewedinan asungana aweta urip, teguh timbul, abujangga kulit, akulit tembaga, aotot kawat, abalung besi, anganti matungked bungbungan, angantos batu makocok, ulihakena pramananania maka satus dualapan maring raga walunania si jabang bayi. Om tebel akasa tebel pertiwi mangkana tebel akukuh. Atma yusane si rare jabang bayi.























BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pemaparan materi di atas dapat di ambil simpulan bahwa kita sebagai generasi muda umat hindu dalam pelaksanaan upacara Agama Hindu di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya harus benar-benar memahami dalam pengimplementasian suatu yadnya, agar tidak suatu yadnya itu dapat di katakana hanya sebuah ritual semata. Kita sebagai umat harus bangkit dari suatu kebodohan ke beragamaan. Yadnya harus di landasi dengan ketulusiklasan tanpa ketulusiklasan tersebut yadnya tidak bisa di katakan sempurna ketika manusia atau oknum-oknumnya itu pamrih, dan umat Hindu di harapkan selalu menjalankan ritual keagamaan guna untuk meningkatkan moral dan spiritual, dan menjadikan upacara atau yadnya itu sebagai kebutuhan kita

3.2 Saran
Diharapakan bagi para Umat Hindu agar selalu menjalankan perintah Agama dan jangan pernah timbul dari dalam diri sendiri sikap tidak percaya dengan Agama.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar