BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ajaran agama Hindu
memiliki kerangka yang kuat, karena menampilkan ajaran Tatwa, susila
dan yadnya. Tatwa mengisi kecerdasan otak, melatih memandang
rahasia-rahasia yang dimiliki Tuhan, dan rahasia dalam diri, serta
rahasia-rahasia dalam alam lingkungannya. Dengan demikian manusia
atau umat Hindu wajar berpikir sedalam-dalamnya tentang hal tersebut.
Susila adalah menyuguhkan ajaran untuk melatih tingkah laku yang
berperan menumbuhkan peningkatan rasa pada setiap pemeluk. Disinilah
kemantapan dari humanisme yang kekal. Masyarakat Bali yang mayoritas
adalah penganut agama Hindu, mempunyai suatu kepercayaan yang tidak
lepas dari kebudayaan Bali. Dalam ajaran Hindu menyebutkan bahwa
mewujudkan kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang diperlukan
adanya persembahan suci yang tulus ikhlas yang dikenal dengan nama
Yadnya. Disini terdapat lima yadnya yang selanjutnya dikenal dengan
istilah PancaYadnya
yaitu lima persembahan suci yang tulus ikhlas. Yadnya adalah
menyuguhkan ajaran rela berkorban yang pada hakikatnya adalah
memelihara hidup, sebab semua yang hidup di dunia ini bermula dari
Yadnya dan tidak terlepas dengan Yadnya itu sendiri. Diketahui
makhluk dengan isinya diciptakan Tuhan berdasarkan Yadnya.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa
pengertian dari Manusia Yadnya?
1.2.2 Bagaimana
Proses upacara manusia yadnya dalam Ajaran Agama Hindu?
1.3
Tujuan
1.3.1 Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami makna yang
terkandung dalam yadnya itu sendiri serta dapat mengimplementasikan
dalam kehidupan beragama terutama dalam umat hindu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Manusia Yadnya
Manusia Yadnya
adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara serta membersihkan
lahir bathin manusia sejak terjadi pembuahan di dalam kandungan
sampai akhir hidupnya.Bagi mereka yang sudah tinggi kekuatan
bathinnya pembersihan itu dapat dilakukan sendiri, yaitu dengan
melakukan yoga semadhi yang tekun dan disiplin. Sebaliknya mereka
yang merasa belum mampu melaksanakan hal tersebut akan memerlukan
alat serta bantuan orang lain misalnya, melaksanakan upacara yang
pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan upakara (banten), besar
atau kecilnya dissesuaikan dengan keadaan. Pembersihan lahir bathin
manusia selama hidupnya dianggap perlu agar dapat menerima ilham atau
petunjuk suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga selama
hidupnya tidak menempuh jalan yang sesat, melainkan dapat berpikir,
berbicara, berbuat yang benar dan akhirnya setelah meninggal
roh/atmannya menjadi suci bisa bersatu kembali kehadapan Tuhan,
setidak-tidaknya mendapat tempat disisinya.
Prinsip-prinsip yang
harus dipegang dalam berYadnya yaitu keikhlasan, kesucian dan
pengabdian tanpa pamrih.
Aphalakaanksibhir
yadnyo
Vidhi
drsto ya ijyate
Yastavyam
eveti manah
Samaadaya
sa saatvikah
(Bhagavad Gita, XVII.11)
Maksudnya: Yadnya
yang dilakukan menurut petunjuk kitab suci (vidhi drstah), dilakukan
dengan ikhlas, yang sepenuhnya dipercaya bahwa yadnya itu sebagai
suatu kewajiban suci. Yadnya yang demikian itu tergolong Satvika
Yadnya.
Kata “upacara”
berasal dari bahasa Sansekerta artinya “mendekat”. Sedangkan
yadnya artinya ikhlas berkorban untuk tujuan yang benar dan suci.
Jadi, upacara yadnya adalah upaya spiritual dengan bentuk ritual
dengan tujuan mendekatkan diri pada Tuhan dengan landasan bhakti.
Bhakti pada Tuhan
itu lebih lanjut didayagunakan untuk meningkatkan keluhuran moral dan
daya tahan mental untuk memelihara kesejahteraan alam serta mengabdi
pada sesama manusia dengan landasan punia. Asih dan punia itulah
sebagai wujud bhakti kita kepada Tuhan. Jika bhakti itu tanpa
rnenyayangi alam Iingkungan dan mengabdi pada sesama dengan tulus
maka bhakti akan sia-sia saja. Selanjutnya upacara yadnya itu ada
upakaranya. Kata upakara dalam bahasa Sansekerta artinya melayani.
Karena itu dalam Lontar Yadnya Prakerti bentuk-bentuk upakara itu
sebagai lambang pelayanan kepada Tuhan, kepada sesama manusia dan
juga pelayanan kepada alam atau bhuwana. Dari pemahaman tersebut
dapat dinyatakan bahwa suksesnya suatu upacara yadnya apabila ada
secara nyata upaya melestrikan alam lingkugan, adanya perhatian yang
nyata pada nasib sesama sehingga hubungan manusia dengan manusia
semakin harmonis, dinamis dan produktif secara spiritual dan
meterial.
Perlunya penyucian
dalam hidup manusia disebutkan dalam beberapa kitab suci, misalnya
:Cilakrama, Weda Smerti sebagai berikut:
Adbhir gatrani
cudhyanti
Manah satyena
cudhyanti
Widyatapobhyam
bhrtatma
Buddhir jnanena
cuddhyanti (M.S.109)
Artinya: Tubuh
dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kejujuran, Roh
dibersihkan dengan ilmu dan tapa, Akal dibersikan dengan
kebijaksanaan.
Waidikaih karmabhih
punyair
Nisekadirdwijamanam
Karyah
carirahsamskarah pawanah pretya ceha ca
Pawanah pretya ceha
ca (M.S.II.26)
Artinya Sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pustaka Weda, upacara-upacara suci
hendaknya dilaksanakan pada saat terjadi pembuahan dalam rahim ibu
serta upacara kemanusiaan lainnya bagi golongan triwangsa, yang dapat
mensucikan dari segaladosa dalam hidup ini maupun setelah meninggal.
Garbhairhomairjatakarma
Caudamaujini
bandhanah
Baijikam garbhikam
caino
Dwijanamapamrjyate
(M.S.II.27)
Artinya: Dengan
upacara membakar bau-bauan harum pada waktu sang ibu hamil, dengan
upacara jatakarma (bayi waktu lahir), upacara Cauda (upacara Gunting
rambut pertama) dan upacara Maunji bandhana (upacara memberi kalung)
maka kekotoran yang di dapat dari orang tua akan terhilang dari Tri
wangsa.
Dalam sumber
tersebut dinyatakan pula adanya upacara jatakarma (bayi lahir),
namadeya (pemberian nama) dan upacara-upacara seperti yang
dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali serta daerah lainnya. Pada
dasarnya upacara tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
- Upacara penyucian terhadap hal yang kurang baik di sebabkan oleh orang tua (ayah-ibu). Yang tergolong dalam upacara ini adalah upacara penyucian selama dalam kandungan, kelahiran bayi, pemberian nama, gelang serta perhiasan dan upacara lain sampai pada penggundingan rambut pertama.
- Upacara penyucian terhadap hal-hal yang kurang baik disebabkan oleh diri sendiri semasa hidup yang lampau ataupun sekarang. Yang tergolong dalam upacara ini adalah: Peringatan hari kelahiran, meningkat dewasa, potong gigi dan perkawinan.
2.2
Proses upacara Manusia Yadnya dalam Ajaran Agama Hindu
Manusa Yadnya adalah
persembahan suci kehadapan sesama (manusia). Tujuan melaksanakan
korban suci ini adalah untuk pembersihan lahir batin. Pembersih lahir
batin ini dilakukan setiap hari, setiap saat dan berkelanjutan.
Dengan demikian diharapkan pada akhirnya agar atma dapat manunggal
dengan parama atma.
Berdasarkan tujuan
dan pengertian Manusa Yadnya yang telah diuraikan di atas, maka satu
putaran hidup manusia dapat dilihat berkali-kali dilaksanakan upacara
Manusa Yadnya terhadap seseorang itu. Boleh jadi pembersihan bayi
sejak dalam kandungan, sampai bayi lahir, dan menjadi dewasa, serta
sampai mengakhiri hidupnya. Weda Parikrama menjelaskan, tubuh
dibersihkan dengan air, pkiran dibersihkan dengan kejujuran, roh
dibersihkan dengan ilmu dan tapa dan akal dibersihkan dengan
kebijaksanaan.Berkaitan dengan hal ini berarti kita membersihkan diri
terhadap semua hal di atas. Agama Hindu dalam prakteknya
yang berkaitan dengan pembersihan roh jasmani dan roh rohani tidak
bias terlepas dari menggunakan banten sebagai wujud
korban dan berkaitan dengan Manusa Yadnya. Hal ini sangat bersifat
spiritual. Pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari
dapat berwujud material dan juga spiritual. Misalkan uang, nasi, air
atau hal-hal yang temasuk dalam sandang, pangan dan papan. Kemudian
pemberian ilmu pengetahuan, nasihat, petunjuk, jasa dan sejenisnya
adalah yang bersifat spiritual. Sifat pemberian seperti di atas, bila
didasarkan atas ketulusan hati menurut lontar slokantara disebut
Stvikdana.
Bila pemberian itu dikaitkan dengan unsur pamrih, walaupun sedikit
adanya dalam batas wajar disebut Rajasikdana.
Bila suatu pemberian mempunya ikatan pamrih keuntungan yang banyak
hal ini disebut Tamasikdana.
Kembali pada
pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan sarana banten, dilaksanakan dalam masa-masa transisi. Masa
sekarang ini dipandang mempunyai nilai baik untuk dibuatkan
pembersihan spiritual.
Adapun
waktu-waktu yang dipandang baik untuk melaksanakan upacara itu adalah
ketika:
a.
bayi dalam kandungan dibuatkan upacara pagedong-gedongan.
b.
bayi baru lahir dibuatkan upacara mapag rare.
c.
bayi tatkala kepus puser dibuatkan upacara
kepua puser.
d.
bayi dua belas hari dibuatkan uapacara lepas
hawon
e.
bayi berumur 42 hari dibuatkan upacara kambuhan
f.
bayi berumur tiga bulan dibuatkan upacara nyambutin
g.
bayi berumur enam bulan dibuatkan upacara oton.
h.
bayi baru tumbuh gigi dibuatkan uapacara ngampugin.
i.
anak giginya tanggal untuk pertama kalinya dibuatkan upacara makupak.
j.
anak sudah meningkat remaja dibuatkan upacara ngraja.
k.
anak menjadi dewasa dibuatkan upacara matatah.
l.
bila ia ingin mendalami ilmu kerohanian maka dibuatkan upacara
mawinten.
m.
bila ia ingin membentuk rumah tangga maka dibuatkan upacara
pawiwahan.
Dengan
demikian sudah jelas bahwa satu putaran hidup menjadi manusia banyak
sekali dibuatkan upacara Manusa Yadnya. Di zaman perkembangan umat
Hindu sekarang ini, Manusa Yadnya yang diberikan pada anak akan lebih
berguna bila peningkatan sumber daya manusia itu diantisipasi dengan
lebih awal. Oleh karena itulah agar anak-anak merasa lebih mandiri
dan
berdaya guna
nanti ia patut diberikan jaminan hidup yang cukup, fasilitas
pendidikan dan terdidik.
Untuk mengetahui
makna yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Manusa Yadnyaakan
diuraikan satu persatu secara singkat, yaitu:
a.
Upacara Pagedong-gedongan
Upacara
pagedong-gedongan disebut juga upacara garbhadana.
Tujuan
upacara ini adalah memohon keselamatan jiwa araga si bayi yang ada
dalam kandungan.Diharapkan melalui upacara ini bayi yang lahir dalam
keadaan selamat, kemudian dapat hidup, tumbuh menjadi yang berguna
bagi masyarakat. Demikian pula dimohonkan keselamatan atas diri si
ibu dan lancar pada waktu melahirkan. Secara umum hal ini diwujudkan
dengan memohon penglukatan yang khusus untuk orang hamil dari seorang
sulinggih terutama bertepatan dengan hari sabtu keliwon uku wayang
(Tumpek Wayang) atau dipilih dari hari yang di anggaap baik untuk
maksud tersebut.
Menurut lontar kuno
Dresti
upacara
Garbhadanaini baik dilaksanakan setelah kandungan berumur lima atau
enam bulan kalender, karena pada saat itulah pertumbuhan janin sudah
sempurna berbentuk sosok bayi utuh berbadan laki atau perempuan.
Selain melaksanakan
upacara seperti di atas, orang tua menjadi wajib melaksanakan brata
dalam kehidupan sehari-hari.Misalnya orang tua jangan berucap
“Wakcapala”
artinya berkata-kata kotor. Selain itu orng tua wajib melaksanakan
“Wakpurusia”
artinya tidak berkata yang dapat menyakitkan hati orng lain. Termasuk
juga selalu memelihara ikatan cinta kasih dalam membina rumah
tangga.Bila brata seperti di atas tidak dilaksanakan maka
dikhawatirkan sifat buruk di atas dapat berkibat buruk bagi bayi
dalam kandungan.Agar bayi mendapat pengaruh yang baik, sebaiknya
orang tua berperilaku positif, misalnya membaca buku-buku kerohanian,
wiracerita, atau cerita-cerita yang bersifat tuntunan budi luhur.
Upacara ini terutama di tunjukkan kepada janin (sibayi yang ada di
dalam kandungan) dan merupakan upacara manusa yadnya pertama sejak
menjadi manusia. Secara umum hal ini diwujudkan dengan memohon
penglukatan yang khusus untuk orang hamil
Susunan Upakara
- Upakara yang terkecil (nistaning madya)
* Untuk memohon
penglukatan:
Peras, ajuman,
daksina, canang lengawi-buratwangi, dn pembersihan Banten ini
dihaturkan kepada sulinggih.
*Untuk
penglukatan:
Periyuk tanah yang
baru (payuk anyar) berisi air pancuran, bunga sebelas jenis, bunga
tunjung/teratai beserta daunnya, dilengkapi dengan ujung cabang bunut
ancak, beringin, orang yang masing-masing 3 buah dan samsam daun,
dapdap, daun temen serta bija kuning. Air ini akanndipujai oleh
sulinggih kemudan dipakai ngelukat orang yang hamil. Pelaksanaanya
bersama-sama dengan saat “Nyuryasewana)/ pemujaan pagi.
- Upakara yang kecil (Nista)
*Untuk pempinan
upacara, persaksian di permandian dan dirumah (surya sanggah
kemulan): Peras, ajuman, daksina dan kelengkapannya
*Penyucian orang
yang hamil: Seperti diatas ditambahkan penglukatan dipermandian,
byakala dan prayascita serta tongkat bungbung. Ketututan, sesayut
pemahayu tuwuh dan sesayut tulus dadi.
*Untuk tataban:
Peras, pengambeyan, penyeneng, (sorohan tumpeng), sesayut. Ketututan,
sesayut pemahayu tuwuh dan sesayut tulus dadi.
3. Upkara yang lebih
besar (Madya)
Upakara seperti
diatas ditambahkan banten “pagedongan matah” seddangkan
tatabannya bisa di tingkatkan menggunakan pulagembal (sekartaman)
beserta reruntutannya. Demikian juga banten pesaksi disesuaikan.
Tata Upacara
pelaksanaan
- Bila upakaranya terkecil, maka upacara dilaksanakan ditempat sulinggih NyuryaSewana, kemudian setelah sampai dirumah bersembahyang di merajan/sanggah kemulan dan mohon wangsuh-pada sebagaimana biasa.
- Bila upakaranya lebih besar (Nista dan madya) maka selain memohon penglukatan pada hari sabtu keliwon uku wayang (Tumpek wayang), dimohonkan pula penglukatan disungai yang besar atau pancoran dengan pembuangan air yang deras dengan susuanan acara sebagai berikut:
- Orang yang hamil diantar kesungai atau pancuran bertongkat bungbung (seruas bambu yang telah dibuang ruasnya), diikat dengan benang satu “tukel” ujung benang dipegang oleh suami. Ada juga yang membuat permandian sementara dirumah dan perjalannya diwujudkan dengan mengelilingi tempat tersebut.
- Sesampainya di permandian, terlebih dahulu menghanturkan banten persaksian/ atur uning disertai menghaturkan pengresikan diteruskan kepada yang hamil.
- Selanjutnya orang yang hamil disuruh mandi, mencuci rambut dann selama mandi tetap menggunakan pakaian.
- Setelah selesai lalu berganti baju dilanjutkan dengan bersembahyangan diakhiri dengan penglukatan.
Priyuk untuk memohon
penglukatan seperti diatas demikian pula perlengkapan (bunga dll)
yang ada di dalamnya. Ada juga menggunakan sangku sudamala.
- Seusai melukat di permandian, lalu kembali kerumah (bertongkat bungbung) untuk mebyakala dan meprayascita di halaman rumah atau dihalaman merajan/ sanggah sesuai kebiasaan, dilanjutkan bersembahyang dimerajan sesuai dengan petunjuk pimpinan upacara.Menurut lontar kuno Drsti hanya si suami yang bersembahyang sedangka si istri/ orang yang hamil duduk di sebelahnya.
- Setelah itu lalu mejaya-jaya, serta ngayab/natab banten pagedongan dan tataban. Upacara ini dilaksanakan dikamar tidur orang yang hamildan banten “pagedongan” dibiarkan sampai lewat tiga hari, sedangkan yang lain boleh diambil pada hari itu.
Mantra Pagedongan
Om sanghyang paduka
ibu pertiwi, bhatari gayatri, Bhatari Sawitri, Bhatari suparni,
Bhatari Wastu, Bhatari kedep, bhatari angukuhi, bhatari
kundangkasih,
bhatari kamajaya-kamaratih, mekadi pakulun Hyang
widiyadara-widyadari, Hyang kuranta-kuranti, samodaya iki tadah saji
aturan manusan ira amangan, anginum, manawi ana, kirangan kaluputan
ipun den agung ampuranen manusan ira, mengke ulun aminta nugraha ring
sira samuwa aja sira angedongin, angancingin, muwang anyangkalen,
wakakenalawangira salacakdana,wakakena den alon sepungana nuta
anak-anakan ipun dena pekik, dirgayusa yuwana weta urip tan ana
saminaksan ipun. Om sdhi rastu swaha.
Penjelasan beberapa
banten
- Banten Pagedongan matah
Sebuah bakul atau
paso disi tampak, beras, kelapa, telur, ketan, injin, beras merah,
pisang mentah, tingkih pangi, biji-ratus, gantusan, palawa pesela,
base-tempel, benang putih dll seperti isi daksina masing-masing satu
biji.
- Sesayut pemahayu tuwuh, alasnyaaled sesayut disi nasi penek atau tumpeng satu buah, rerasmen stu tangkih berisi satu ekor ayam panggangn dilengkapi buah-buahan, jajan sampian nagasari, penyeneng dan canang-genten atau canang sari.
- Sesayut Tulus dadi alasnya aleed sesayut disi nassi penek merah, rerasmen disertai ayam panggang 1ekor, bulunya berwarna merah (siap biing), dilengkapi jajan, buah-buahan dan lainnya seperti diatas, tetebus berwarna merah, putih dan hitam (tri datu).
- Sesayut ketututan aled sesayut diisi nasi telompokan, penek tapak disusun kelapa yang disisir, rerasmen dan disebelahnya rempah-rempah untuk obat (basan ubad), kapur sirih masing-masing satu bungkus, kemudian dilengkapi jajan, buah-buahan, sampean nagasari dan canang genten atau canang sari.
Berata atau
pantangan , orang yang hamil tidak boleh menyembah jenazah, mengusung
tirta pengentas dan juga bersembahyang dipura dalem atau prajepati,
dll sesuai dengan adat setempat atau keluarga. Suaminya agar berusaha
menjaga ketentraman kebahagiaan istrinya sering memperdengarkan
cerita keagamaan dan kepahlawanan.
b.
Upacara mapag rare
Ketika bayi baru
lahir, dibuatkan uapacara mapag rare. Tutuannya mengucapakan syukur
kepada sang Hyang Dumadi, bahwa bayi dapat lahir dengan selamat.
Melalui upacara ini, diharapkan Sang Hyang Dumadi menjiwai bayi
tersebut, dapat hidup dhurgayusa
dhirgayu.
Berkaitan dengan bayi baru lahir perlu diketahui cara memelihara
tembumi.
Tembumi
dibersihkan, kemudian dimasukkan ke dalam kelapa yang dibelah dua,
juga dimasukkan duri-duri.Seperti duri terong, nawar dan
sebagainya.Dan dilengkapi juga dengan
sirih
lekesan, kelapa yang dibungkus ijuk, kain putih baru.Ditanam sebelah
kanan pintu masuk, kalau bayi laki-laki dan sebelah kiri kalau bayi
perempuan.
Saat memendam ke
bumi mengucapakan mantra:
“ong
sang ibu pertiwi rumsga bayu,
ruange
amerta sanjiwani,
angemertaning
sarwa tumarah…[wong bayi]
mangda
dirgayusa nugtugan tuwuh”
artinya:
ya Tuhan Yang Maha
Esa dalam manifestasi ibu pertiwi laksana sumber kehidupan,
memberikan hidup kepada semua makhluk, semoga panjang umur dan
selamat.
Setelah
itu tembumi serta ditindih dengan pohon pandan, lalu dihaturkan
banten segehan kepada catur warna.Lengkap dengan bawang, jahe, garam
serta canang satu pasang.
Catatan:
* Mengenai tulisan pada kelapa, ucapan atau doa pada waktu memendam
ari-ari demikian pula perlengkapan serta segehannya disesuaikan
dengan petunjuk sulinggih atau rokhaniawan yang dipercaya sebab
setiap lontar manusia yadnya ada perbedaanya tetapi mempunyai
pengertian dan tujuan yang sama. * Tiap ada upacara yang ditujukan
kepada si bayi (kepus puser 42 hari dll), agar tidak melupakan
ari-arinya dan sesajennya disesuaikan dengan petunjuk pimpinan
upacara. * Bila keadaan tidak memungkinkan untuk memndam ari-ari,
bisa di hanyutkan kelaut atau di urus oleh petugas ditempat
melahirkan, sedangkan upacara serta upakaranya di sesuaikan.
Upakaranya
disebut dengan dapetan, tingkatannya disesuaikan dengan keadaan
misalnya:
- Dapetan yang terkecil
- Muncuk kuskusan, adalah: sebuah aled diisi nasi muncuk kukusan (berbentuk tumpeng agak pendek), rerasmen, jajan, buah-buahan, sampean nagasari atau sampian jaet, penyeneng, dan canang genten atau canang sari.
- Ajuman putih kuning, adalah sebuah aled diisi penek tapak berwarna putih dan kuning, masing-masing 1buah, dilengkapi reraasmen, jajan, buah-buahan, sampian soda atau ajuman, dan canang genten.
- Dapetan yang lebih besar, seperti diatas ditambahkan jerimpen di wakul, yaitu sebuah wakul kecil berisi sebuah tumpeng sedangkan perlengkapan lain seperti muncuk kuskusan.
Semua
banten tersebut (satu atau dua) dihaturkan kepada sang dumadi,
ditempatkan disamping tempat tidurnya agak kehulu.
c.
Upacara Kepus Puser
Tujuannya
pembersihan tempat suci bangunan pekarangan.Puser dikeringkan dengan
rempah-rempah dan disimpan di tempat tidur si bayi, saat si bayi
diasuh oleh Sang Hyang Kumara dan untuk beliau dibuatkan “kemara”
(sejenis pelangkiran) digantugakan atau ditempelkan pada tembok
diatas tempat tidurnya. Menurut methology (lontar Sivagama), sang
haying kumara merupakan salah satu putra dewa siwa yang dikutuk tetap
menjadi anak-anak agar tidak termakan ketadah oleh kakaknya yaitu
sang hyang gana dan sang hyang kala, supaya kelahirannya berguna maka
sang hyang kumara di tugaskan menjaga bayi sampai giginya tanggal
(maketus) sedangkan sang hyang gana menjadi penuntun para dewa,
manusia, membebaskan rintangan serta kesulitan dan sang hyang kala
dibolehkan makan orang yang lalai pada dharma, tidak melaksanakan
ajaran agama.
Susuna upakara:
- Upakara yang terkecil terdiri atas:
Banten panelahan,
banten kumara, banten labahan si ibu dan banten ari-ari.
- Upakara yang lebuh besar:
Seperti diatas
ditambahkan banten tataban sebagai mana waktu lahir.
Penjelasan beberapa
banten.
- Banten penelahan, sebuah pengeresikan atau pembersihan dilengkapi bija kuning beralaskan dua lembar daun dapdap. Baten ini terutama dihaturkan pada pelinggih-pelinggih dimerajan dan di rumah.
- Banten labahan si ibu sebuah ajuman atau soda dilengkapi daging babi, ikan laut atau teri, kepiting, udang, siput, belut, dan lauk pauk lainnya.
- Banten kumara yang kecil serta kelengkapannya.
- Sebuah ajuman atau soda, peneknya berwarna putih dan kuning, sedangkan rasmennya dilengkapi telur dadar.
- Sebuah ceper atau tamas kecil disi: jaja kekiping, geti-geti, nyahnyah-geringsing (nyahnyah gula kelapa), pisang emas, serta beberapa jenis jajan lainnya berwarna putih kuning di lengkapi sampian sri-kekili, canang burat wangi dan canang sari.
- Kumara dihiasi kain, bunga yang harum semua berwarna putih kuning dilegkapi dengan candiga busung serta gantung-gantungannya.
- Banten Ari-ari, segehan kepel seperti waktu lahir; ada juga yang menggunakan nasi kepel warna putih, merah, kuning, hitam dan jika memngkinkan ditempat menanam ari-ari mendirikan sanggah; sesajennya seperti banten kumara, diheturkan kepada hyang ning ari-ari. Dinyalakan lampu selama 42 hari.
d.
Upacara ngelepas hawon
Setelah bayi berumur
dua belas hari dibuatkan suatu upacara ngelepas hawon dengan tujuan
bayi tetap sehat selamat dan panjang umur. Di beberapa daerah diBali
ada kebiasaan untuk “ngaluwang/maluasan” yaitu meanyakan kepada
“dukun” (orang yang bisa berhubungan dengan pitara), siapa
kiranya yang menjelma kepada si bayi dan apa yang akan di inginkan
agar kelahirannya bisa selamat dan panjang umur. Sesajen untuk
sekedar memperingati, adalah dapetan sseperti waktu lahir, kepus
puser, demikian pula untuk Sang Hyang Catur Sanak dan kepada Sang
Hyang Kumara.
e.
Upacara Tutug kambuhan
Upacar
ini sering pula disebut upacara mecolongani.
Tujuannya adalah:
- melakukan pembersihan jiwa raga si bayi, denagn cara mengupacarai nyama bajang. Banyak nyama bajang ada 108, antara lain: bajang colong, bajang bukal, bajang yeh, bajang lengis, bajang bejulit, bajang kebo, bajang ambengan, bajang papah, bajang tukal, bajang dodot, bajang
sapi dan lain-lain.
Semua jenis bajang di atas berfungsi membantu ketika bayi dalam
kandungan, sehingga menjadikan wujud yang sempurna.Maka dari itu
kekuatan bajang perlu disucikan agar si bayi mendapat kerahayuan.
membersihkan ibu bapa si bayi dengan suatu banten pahyakala,
prayascita dan banten tataban. Maksudnya setelah bayi berumur 42
hari, diharapkan orang tua bayi dapat memasuki tempat-tempat suci.
Ketika dilaksanakan upacara inilah, baru peetama kali si bayi dimohon
penglukatan terhadap Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Siwa
serta Sang Hyang Guru di sanggah kemulan. Susunan Upakara,
Upakara yang kecil:
- Untuk si ibu: Byakala dan Prayascita lengkap dengan tirta penglukatan
- Untuk si bayi: Banten pesuwugan/bekakulan, banten kumara, banten ari-ari dan dapetan.
Upakara
yang lebih besar:
- Untuk si ibu : seperti di atas.
- Untuk si bayi: Seperti diatas diatas ditambahkan banten “pacolongan” jejanganan, banten panglukatan di dapur, sumur/permandian dan di merajan serta tataban/ dapetan bisa ditambahkan banten pemagpag.
- Untuk melobangi telinga: Peras, ajuman,daksina beserta urutannya dan alat untuk melobangi adalah jarum perak atau jarum emas (bila menggunakan jarum yang ada pada kancing emas), bila telinga si bayi telah di lobangi oleh petugas kesehatan, maka ucara ini dilaksanakan secara simbolis, dan upakaranya di ayabkan pada si bayi.
Tata Upacara /
pelaksanaan.
Terlebih dahulu
kedua orang tua si bayi mebeakala dan prayascita, kemudian si bayi
menatab banten pasuugan/ Bekakulan dan dapetan. Bila upakaranya lebih
besar, maka setelah orang tuanya mebyakala dan meprayacita, si bayi
dimohonkan penglukatan di dapur, disumur atau pancuran atau tempat
mengambil air dan yang terakhir disanggah atau merajan; bisa juga
acara natab didahulukan kemudian mohon penglukatan dan wangsuhpada.
Dalam hal ini hendaknya mengikuti petunjuk pimpinan upacara.
Berberapa Mantra
- Mantra panglukatan di Dapur: Om indah ta kita Sang Hyag Utasana sira masarira sarwa baksa iki manusane si anu aneda nugraha widhi, angeseng lara roga wigena, mala papa petakene si anu wastu geseng dadi awu. Om Ang Rudra Ujaala niya namah.
- Mantra penglukatan dipermandian (sumur): Om ung gangga sputa jiwa ya namah, Om gangga mili yanamah, pukulun-ulun aminta atmane si anu, menawi ta atmane pun anu ketepuk ketegah olih srwa bhuta kala, karem ring sumur agung ndaweg antuk akena ring rage walunan ipun, alun anebas ring sira hyang bhatari gangga pati. Om Sriyambawantu, purnambhawantu, sukambhawantu swaha.
- Mantra penebasan penglukatan ring hyang guru kemulan: Om pakulun sang hyang guru reka, sang hyang kawi swara, sag hyang saraswati suksma, sang hyang brahma wisnu iswara, makadi sang hyang surya-chandra, lintang teranggana, ulun aneda nugrahawidhi, angalukat dasamala, papa patakene si anu, wastu moksa ilang lara roga wigena danda upadrawene si anu, Om Siddhi rastu yanama swaha.
- Mantra Ring Sang Tinebasan: Om dirgayusa awetanig raga langgeng, angapusing balung pila pilu, angapusing otot pila-pilu angapusing atma juwitanesang tinebas-tebasan, tunggunende nire sang haying bayu pramana, amuwuhana tuwuh ipun. Om dirgayusa aweta urip, siddhi rastu tatastu astu swaha.
- Mantra bajang Colong: Om sang kosika, sang garga, sang meri sang kurusia sang patanjala, sang malipa, sang malipi, pinaka bapa bajang, sakwehing araning bajang, yan wus sira amukti, pamuliha kita kedesanira sowing-sowang. Om Syah, syah,syah poma.
- Mantra Jejanganan: Om bapa banglong, babu benog, calungkup, babu gadobyah, babu suparni, babu dukutsabhumi, miwah sakwehing araning babu bajangan kabeh, iki tadah sajin nira, sekul li wet, jangan kacangsetungkeban, amuktia sari sir, aja sira nyumet, aje sire nyedut asunange rare ning nghulun, enak amengan enak aturu, enak ameng-ameng, suhudan-hudan takeng jejake luputa ring lara roga, sahut bagya sangkalan ipun, asing kirang asig luput sampun ta ageng sampun nira, amuktia, atuku sira ring pasar agung, wus sira amuktia sarisun amintia sari sira lan babekelan nira kabeh, iki ta pipis satak salata sih raksanen ta rare ning hulun amongan ta sunu magkana pangeraksanira ring bajang bayi, kadep siddhi pamastunku. Om Sriyanme nama namah.
Penjelasan
beberapa banten
- Baten Pasuwugan
Banten
ini berfungsi sebagai pembersihan terhadap sibayi serta pemberian
makan yag di perlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Hal ini
terlihat pada banten yang terdiri atas:
- Nasi berisi daging ayam, itik babi, telur siput serta rerasmen. Tiap jenis dialasi sebuah ceper/yang lain, disusuni sebuah sampian plaus/panak sampian.
- Dua buah kungkang (sejenis jejahitan) berisi nasi serta lauk-pauk berupa sessate, dialasi bokor berisi beras, (base tempel), benang putih, telur ayam yang mentah dan wang 225biji/kepeng. (telur ayam diusapkan pada bada si bayi sebagai penyuciannya)
- Upakara lainnya: peras, ajuman, daksina, suci, “sorohan tumpeng pitu” beserta reruntutannya (pengulapan, pengambeyan, penyeneng dall)
- Banten penglukatan di dapur, Untuk maksud seperti 1c, hanya pada peras menggunakan ayam biing (berbulu merah) dipanggang dan di lengkapi sebuah periyuk beriai air serta bunga untuk memohon penglukatan.
- Banten penglukatan di sumur/ permandian, sperti diatas tetapi menggunakan ayam hitam.
- Banten penglukatan di merajan atau disanggah kemulan, seperti diatas tetapi menggunakan ayam putih.
- Banten Pecolongan, banten ini dinamakan pula banten “pebajangan” terdiri atas:
- Sebuah buki atau (periyuk tanah bagian bawahnya berlobang), diberi kalung tapis sedangkan didalamnya diisi sebuah jantung pisang (pusuh biu) dan sebuah pelapah kelapa yang berlbanng; jantung pisang disisipi 3kepeng biji wang dan pada lubang pelapah digantungi tipat belaying(keduanya tidak diisi beras) serta gantung-gantungan dan diisi tapak dara dari kapur sirih.
- Penjor terbuat dari pelapah enau muda, daun padaujungnya masih utuh sedangkan dibawah hanya tinggal lidinya disisipi bunga kembang sepatu yang berwarna merah; akan baik sekali bila mengguakan “pucuk bang”.
- Sesajennya terdiri atas: ceper 4 buah masing-masing berisi dua buah tumpeng kecil, jajan buah-buahan, sampian peras cenik dan rerasmen yang menggunakan” iewak” guling baling, guling katak dll diperoleh dengan nyolong di jalan atau di tempat banyak/ di depan orang yang memiliki.
- Jejanganan,tempatnya menggunakan ngiu yang agak besar diisi beras, base tempel, benang,wang kemudian disusuni oleh taledan serta komponen banten jejanganan sebagai berikut: nasi berbentuk bulan , matahari babi/bangkal, burung, jalan, tulang rusuk/iga., tulang dada/tangkar, dan beberapa nasi putih ada yang disisipi dengan cecongger, bulu ayam, bulu itik, angsa siput yang digoreng atau direbus,bandeng (ikan tambak), ikan laut, ikan teri, telur rebus, terasi bawang jahe, laos kunir kencur Lombok (semua dalam keadaan mentah).
f.
Upacara
Nyambutin (Tiga Bulanan)
upacara nyambutin
terlaksana setelah bayi berumur tiga bulan atau 105 hari. Tujuan
upacara ini dalah:
1)
memepertegas nama si bayi
2)
membersihkan jiwa raga si bayi
Serangkaian
upacara nyambutin bias disertai dengan upacara turun tanah. Tujuannya
adalah memohon keselamatan terhadap ibu pertiwi atas kehidupan anak
berkaitan dengan tanah.
Sususnan Upakara:
Upakara yang terkecil terdiri atas, pengelepas aon, penyambutan,
jejanganan, banten kumara dan tataban seadanya, serta banten turun
tanah (bila dilaksanakan). Upakara yang madya lebih besar terdiri
atas, banten seperti diats tetapi tatabannya” pula gembal
sekartaman” beserta reruntutanya.
Tata
upacara: Terlebih dahulu pemimpin upacara memuja memohon tirtha
penglukatan pembersihan lalu memercikan pada semua banten dan juga
pada busana/gelag, kalung, anting lalu diberikan kepada bayi, lalu
dilanjutkan untuk sembahyang memohon wara nugraha kemudian
melukat/mejaya-jaya, natab semua banten dan akhirnya mohon
tirtha/wangsuh pada dengan megogo-gogoan yaitu megambil perhiasan
pada sebuah “taman” yang dibuat secara simbolis, setelah mendapat
perhiasan serta memkainya barulah dilanjutkan dengan upacara seperti
diatas.
Penjelasan
beberapa buah baten
- Banten pengelepas aon, sebagai alas digunakan daun telunjungan (daun yang ujungnya utuh), diisi nasi muncuk-kuskusan, jajan, buah-buahan,rerasmen sampian nagasari, , disisipi “linting” 3buah masing-masing digantungi calon nama si bayi. Saat upacara lintingdinyalakan dengan nama yang tercantum pada linting yang terakhir mati dipakai sebagai nama si bayi, sedangkan abunya dipakai sebagai basma/dioleskan pada dahi si bayi.
- Banten penyambutan, sebagai als digunakan sebuah temoat berbentuk bundar (tempeh) disusuni taledan, kemudian ditengah-tengah diisi beras, sebutir kelapa yang telah dikupas, telur itik dll seperti isi daksina masing-masing satu biji, sedangkan pada tiap sudut diisi sebuah tumpeng (4buah tumpeng) dan yang ditengah menggunakan tumpeg yang berujung telur ayam yang direbus, masing-masing diserti jajan, buah-buahan, rerasmen dan berisi 1buah ekor ayam yang dipanggang,
- Banten mengelilingi lesung (bantebn magogo-gogoan) bertempat di depan sanggah kemulan, alat perlengkapannya adalah sebuah lumping batu (lesung) disusuni paso berisi air, gelang kalung anting serta ditengah-tengah ada taman (sejenis jejahitan) berisi air bunga 11warna dialasi priyuk tanah sebagai alat penciprat penutupnya dinamakan padma jejahitan janur kelapa gading.Dan disertai peras, ajuman, daksina suci, pengulapan, pengambeyan, penyambutan, jejanganan serta tetaban sesuai dengan kemampuan.
- Banten turun tanah, seperti halnya mengeilingi lesung, upacara ini bertempat didepan sanggah merajan kemulan; tanah tempat si bayi menginjakkan kaki bergambar “badawang nala’ sesajennya adalah: peras ajuman,daksina dan tipat kelanan, saat ini bayi digendong oleh anak yang giginya belum tanggal, seusai upacara semua sesajen diberikan kepada anak yang menggedong bayi tersebut.
Beberapa
Mantra
- Manttra pengelepas aon: Pakulun betara brahma, betara wisnu, betara iswara, manusa nira si anu anglepas aon ipun ri betara tiga pikulun angyuda letuh ipun, teke suda, teke suda, teke suda, lepas malan ipun.
- Mantra penyambutan:Pikulun kaki sambut, nini sambut, tan edanan sambut agung, sambut alit, yan lunga mangetan, mangidul, mangalor, mangulon, mwang maring tengah atmane si jabang bayi tinitutan denig prawetek dewata pinayungan. Kala cakra,pinageran wesi sambut ulihana atma bayu pranama ne si jabang bayi, maka satus dua lapan amepeki raga sarira ipun.
- Mantra mnegelilingi lesung: Om sang wawu pada wawu, anak ira si tunggal ametung, putun ira si karang jarat, sira anak anakanb beligo, ingsun anak-anakan pusuh, ingsun anak-anakan watu, sira anak anakan antiga, ingsun anak-anakan manusa,
- Mantra ngayab natab banten penyambutan tataban dan yang lainnya: Pakulun kaki prajapati, nini prajapati, kaki citragotra, nini citragotri, ingsun aneda sih nugraha ne ring kita, sambuta, ulapi atmane si anu, menawi weten atman ipun anganti ring pnggiring samudra, ring tengahing udadi, ndaweg ulihakna,ring awaknia si anu, depun tetp, madel, depun kukuh, pageh aweta, urip (dilanjutkan dengan ayu werdi……….)
- Mantra menurunkan bayi: Pakulun kaki citragotra, nini citragotri, ingsun minta nugraha nurunaken rare, ring lemah, turun ayam, ameng-ameng sarwa kencana sri sedana, katur ring betari nungkurat, betari waastu, betari kedep, makadi kaki citragotra, nini citragotri, iki aturan ipun shrahatos, ameta urip waras dirgayusa, tan kemeng geget, wewedinan asungana aweta urip, teguh timbul, abujangga kulit, akulit tembaga, aotot kawat, abalung besi, anganti matungked bungbungan, angantos batu makocok, ulihakena pramananania maka satus dualapan maring raga walunania si jabang bayi. Om tebel akasa tebel pertiwi mangkana tebel akukuh. Atma yusane si rare jabang bayi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari
pemaparan materi di atas dapat di ambil simpulan bahwa kita sebagai
generasi muda umat hindu dalam pelaksanaan upacara Agama Hindu di
Indonesia umumnya dan di Bali khususnya harus benar-benar memahami
dalam pengimplementasian suatu yadnya, agar tidak suatu yadnya itu
dapat di katakana hanya sebuah ritual semata. Kita sebagai umat harus
bangkit dari suatu kebodohan ke beragamaan. Yadnya harus di landasi
dengan ketulusiklasan tanpa ketulusiklasan tersebut yadnya tidak bisa
di katakan sempurna ketika manusia atau oknum-oknumnya itu pamrih,
dan umat Hindu di harapkan selalu menjalankan ritual keagamaan guna
untuk meningkatkan moral dan spiritual, dan menjadikan upacara atau
yadnya itu sebagai kebutuhan kita
3.2
Saran
Diharapakan
bagi para Umat Hindu agar selalu menjalankan perintah Agama dan
jangan pernah timbul dari dalam diri sendiri sikap tidak percaya
dengan Agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar