YOGA
II
REVIEW BUKU
MENGENAI AJARAN YOGA
Dosen
Pengampu:Ketut Sumardana,S.Pd.H
OLEH
LUH AYU LESTARI
10.1.1.1.1.3855
FAKULTAS DHARMA
ACARYA
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2012
REVIEW
BUKU MENGENAI AJARAN YOGA
- PENGANTAR
Sembah
sujud kepada Maha Rsi Patanjali yang memberikan penjelasan tentang
sistem filsafat raja
yoga, yang
mensistemisasi aliran filsafat Yoga untuk pertama kalinya, di dalam
pustaka “YOGA SUTRA” yang merupakan naskah dasarnya.
Kata
Yoga berasal dari akar kata “yuj” yang artinya menghubungkan;
Yoga merupakan pengendalian aktifitas pikiran dan merupakan penyatuan
roh pribadi dengan roh tertinggi.
Hiranyagarbha
adalah pendiri dari sistem Yoga. Yoga yang di dirikan oleh Maha Rsi
Patanjali merupakan cabang atau tambahan dari filsafat Samkhya. Ia
memiliki daya tarik tersendiri bagi para murid yang memiliki
tempramen mistis dan perenungan. Ia menyatakan bersifat lebih
orthodox dari pada sistem filsafat samkhya, yang secara langsung
mengakui keberadaan dari Mahkluk Tertinggi (ISVARA)
Tuhan
menurut Patanjali merupakan Purusa
istimewa atau roh khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan kerja,
hasil yang di peroleh dan cara perolehannya. Pada-Nya merupakan batas
tertinggi dari benih kemahatauan, yang tanpa terkondisikan oleh
waktu, merupakan guru bagi para bijak jaman dahulu. Dia bebas
selamanya.
Suku
kata suci OM merupakan symbol Tuhan. Pengulangan suku kata OM dan
bermeditasi pada OM, haruslah di laksanakan, yang akan melepaskan
segala halangan dan akan membawa kepencapaian perwujudan Tuhan.
- YOGA SUTRA
“Yoga
Sutra” dari Patanjali
muncul sebagai buku acuan yang tertua dari aliran filsafat Yoga, yang
memiliki 4 Bab. Bab yang pertama yaitu Samadhi
Pada,
memuat penjelasan tentang sifat dan tujuan Samadhi.
Bab kedua yaitu Sadhana
Pada,
menejelaskan tentang cara pencapaian tujuan ini. Bab ketiga, yaitu
Wibhuti
Pada, memberikan
uraian tentang daya-daya supra alami atau Siddhi yang dapat di capai
melalui pelaksanaan Yoga. Bab ke-empat yaitu Kaiwalya Pada,
menggambarkan sifat dari pembebasan.
- RAJA YOGA DAN HATTA YOGA
Yoganya
Patanjali merupakan Astangga Yoga atau Yoga dengan delapan anggota,
yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Hatha Yoga
membahas tentang cara-cara mengendalikan badan dan mengatur
pernafasan. Titik puncak dari Hatha Yoga adalah Raja Yoga. Sadhana
yang progresif dalam Hatha Yoga membawa pada keterampilan Hatha Yoga.
Hatha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju tahapan puncak dari
Hatha Yoga.
Bila
gerakan pernafasan di hentikan dengan cara Kumbhaka, pikiran menjadi
tak tertopang. Pemurnian badan dan pengendalian pernafasan merupakan
tujuan langsung dari Hatha Yoga. Sat Karma atau enam kegiatan
pemurnian badan antara lain Dhauti (pembersihan perut), Basti (bentuk
alami pembersihan usus), Neti (pembersihan lubang hidung), Trataka
(penatapan tanpa berkedip terhadap suatu objek), Nauli (Pengadukan
isi perut) dan Kapalabhati (pelepasan lendir
melalui
semacam Pranayama tertentu). Badan di berikan kesehatan, kemudaan,
kekuatan dan kemantapan dengan melaksanakan asana,
bandha dan mudra.
- YOGA, USAHA YANG SISTEMATIK UNTUK MENGENDALIKAN PIKIRAN
Yoga merupakan satu
cara disiplin yang ketat, yang memberlakukan pengetatan pada diet,
tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berfikir. Hal ini harus di
lakukan di bawah pengawasan yang cermat dari seorang Yogi yang ahli
dan memancarkan sinar kepada Jiwa.
Yoga merupakan satu
usaha sistematis untuk mengendalikan pikiran dan mencapai
kesempurnaan. Yoga meningkatkan daya konsentrasi, menahan tingkah
laku dan pengembaraan pikiran, dan membantu untuk mencapai keadaan
supra sadar atau nirwikalpa
Samadhi.
Pelaksanaan yoga melepaskan keletihan badan dan pikiran dan
melepaskan ketidakmurnian pikiran serta memantapkannya. Tujuan Yoga
adalah untuk mengajarkan cara atma pribadi dapat mencapai penyatuan
yang sempurna dengan atma tertinggi. Penyatuan atau perpaduan dari
atma pribadi dengan purusa tertinggi di pengaruhi oleh WRRTI atau
pemikiran-pemikiran dari pikiran. Ini merupakan suatu keadaan yang
jernihnya seperti Kristal, karena pikiran tak terwarnai oleh hubungan
dengan obyek-obyek duniawi.
- YOGA DAN SAMKHYA
Sistem
filsafat Kapila adalah Nir-Iswara
Sankhya,
karena disana tak ada iswara atau Tuhan. Sistem Patanjali adalah
Sa-Iswara
Sankhya, karena
ada Iswara atau purusa istimewa di dalamnya, yang tak tersentuh oleh
kemalangan, kerja, keinginan, dan sebagainya. Patanjali mendidikkan
sistem ini pada latar belakang metafisika dari Sankhya. Patanjali
menerima 25 prinsip dari Sankhya. Ia menerima
pandangan metaphisik
dari sistem Sankhya, tetapi lebih menekankan pada sisi praktis dari
disiplin diri guna realisasi dari penyatuan mutlak purusa atau sang
diri.
Sankhya
merupakan satu sistem metaphisika, sedangkan Yoga merupakan satu
sist. Ia satu sisem disiplin praktis. Yang pertama menekankan pada
penyelidikan dan penalaran, sedang yang kedua menekankan pada
konsentrasi dari daya kehendak.
Roh
pribadi dalam Yoga memiliki kemerdekaan yang lebih besar. Ia dapat
mencapai pembebasan dengan bantuan Tuhan. Sankhya menetapkan bahwa
pengetahuan adalah cara untuk pembebasan. Yoga menganggap behwa
konsentrasi, meditasi dan Samadhi akan membawa kepada Kaiwalya atau
kemerdekaan. Sistem Yoga menganggap bahwa proses yoga terkandung
dalam kesan-kesan dari keanekaragaman fungsi mental dan konsentrasi
dari energy mental pada Purusa yang mencerahi dirinya.
- DELAPAN ANGGOTA DALAM AJARAN YOGA
Raja
Yoga di kenal dengan nama Astangga Yoga atau Yoga dengan delapan
anggota, yaitu 1. Yama, (larangan), 2. Niyama (ketaatan), 3. Asana
(sikap badan), 4. Pranayama (pengendalian nafas), 5. Pratyahara
(penarikan indriya), 6. Dharana (konsentrasi), 7. Dhyana (meditasi),
dan 8. Samadhi (keadaan supra sadar). Kelima yang pertama membentuk
anggota luar (bahir-anga) dari yoga, sedangkan ketiga dari yang
terakhir membentuk anggota dalam (antar-anga) dari yoga.
- YAMA DAN NIYAMA
Pelaksanaan
Yama dan Niyama membentuk disiplin etika, yang mempersiapkan
siswa-siswa yoga untuk melaksanakan yoga yang sesungguhnya. Siswa
Yoga hendaknya melaksanakan tanpa kekerasan, kejujuran, pengendalian
nafsu, tudak
mencuri
dan tidak menerima pemberian yang mengantar pada kehidupan mewah; dan
melaksanakan kemurnian, kepuasan, kesederhanaan mempelajari kesucian
dan berserah diri kepada Tuhan. Yang terutama dari semuanya ini
adalah tanpa kekerasan (ahimsa), karena semua kebajikan
lainnyabersumber pada ahimsa. Tanpa kekerasan merupakan pemantangan
dari kebencian terhadap semua mahluk hidup di segala waktu dan cara
apapun. Bukan hanya tanpa kekerasan tetapi juga tanpa kebencian. Yama
atau pengekangan merupakan nazar universal (mahawrata), yang tak
terbatasi oleh golongan tempat atau Negara, waktu atau keadaan. Ia
harus di laksanakan oleh semua orang, tak ada pengecualian terhadap
prinsip-prinsip ini. Bahkan untuk membela diri melakukan pembunuhan
tak di benarkan bagi seseorang yang sedang melaksanakan nazar tanpa
kekerasan ini. Ia hendaknya tidak membunuh musuhnya sekalipun,
apabila ia melaksanakan yoga secara ketat
- ASANA, PRANAYAMA DAN PRATYAHARA
Asana merupakan
sikap badan yang mantap dan nyaman. Asana atau sikap badan merupakan
bantuan secara fisik untuk konsentrasi. Bila seseorang memperoleh
penguasaan atas asana, ia bebas dari gangguan pasangan-pasangan yang
berlawanan. Pranayama atau pengaturan nafas memberikan ketenangan dan
kemantapan pikiran serta kesehatan yang baik. Pratyahara adalah
pemusatan pikiran, yaitu penarikan indriya-indriya dari
obyek-obyeknya. Yama, Niyama, Asana, Pranayama, dan Pratyahara
merupakan tambahan bagi yoga.
- DHARANA, DHYANA DAN SAMADHI
Dharana, Dhyana dan
Samadhi merupakan 3 tahapan berturut-turut dari proses yang sama dari
konsentrasi mental dan karena itu merupakan bagian dari keseluruhan
organ. Dharana adalah usaha untuk memusatkan pikiran secara mantap
pada suatu obyek. Dhyana merupakan pemusatan yang terus menerus tanpa
henti dari pikiran terhadap obyek. Samadhi adalah pemusatan pikiran
terhadap objek dengan intensitas konsentrasi demikian rupa sehingga
menjadi obyek itu sendiri. Pikiran sepenuhnya bergabung dalam
penyamaan dengan obyek yang di meditasikan.
Samyama atau
konsentrasi, meditasi dan Samadhi merupakan hal yang sama dan satu
yangmemberikan suatu pengetahuan dari obyek supra alami. Siddhi
merupakan hasil sampingan dari konsentrasi yang sesungguhnya
merupakan halangan terhadap pelaksanaan Samadhi atau kebebasan.
- YOGA SAMADHI DAN CIRI-CIRINYA
Dhyana
atau meditasi memuncak dalam Samadhi. Obyek meditasi adalah Samadhi.
Samadhi merupakan tujuan dari disiplin yoga. Badan dan pikiran
menjadi mati sementara sedemikian rupa terhadap semua kesan-kesan
luar. Hubungan dengan dunia luar lepas. Dalam Samadhi, yogi memasuki
ketenangan tertinggi yang tak tersentuh oleh suara-suara yang tak
henti-hentinya dari dunia luar. Pikiran kehilangan fungsinya.
Indriya-indriya terserap ke dalam pikiran. Bila semua perubahan
pikiran terkendalikan si pengamat yaitu purusa, terhenti dalam
dirinya sendiri. Patanjali mengatakan hal ini dalam yoga Sutranya
sebagai SWARUPA
AWATHANAM (kedudukan
dalam diri seseorang yang sesungguhnya)
Ada
jenis atau tingkatan konsentrasi atau Samadhi, yaitu Samprajnata atau
sadar dan Asamprajnata atau supra sadar. Pada Samprajnata Samadhi,
ada obyek konsentrasi yang pasti, di situ pikiran tetap sadar akan
obyek tersebut. Sawitarka (dengan pertimbangan), nirwitarka (tanpa
pertimbangan), sawicara (dengan renungan), nirwicara (tanpa
renungan), sananda (dengan kegembiraan) dan sasmita (dengan arti
kepribadian) adalh bentuk-bentuk dari samprajnata Samadhi. Dalam
samprajnata samdhi ada kesadarn yang jernih tentang obyek yang di
meditasikan, yang berada dengan subyek. Dalam Asamprajnata Samadhi,
perbedaan ini lenyap dan menjadi tersenden (terlampaui)
- KONDISI GUNA BERHASIL DALAM RAJA YOGA, PENTINGNYA YAMA DAN NIYAMA
Para
calon spiritual yang menginginkan untuk mencapai perwujudan Tuhan
hendaknya melaksanakan kedelapan anggota yoga ini. Pada penghancuran
ketidakmurnian melalui pelaksanaan delapan anggota - atau tambahan -
dari yoga, muncullah sinar kebijaksanaan yang membawa ke pengetahuan
pembendaan
Guna
mencapai Samadhi atau penyatuan dengan Yang Illahi, pelaksanaan Yama
dan Niyama merupakan suatu keharusan. Siswa Yoga hendaknya
melaksanakan Yama dan mematuhi Niyama secara berdampingan. Tak
mungkin mencapai kesempurnaan dalam meditasi dan Samadhi tanpa
berusaha melaksanakan Yama dan Niyama. Kamu tak dapat
mengkonsentrasikan pikiran tanpa melepaskan kepalsuan, kebohongan,
kekejaman, nafsu, dan sebagainya yang di dalam. Tanpa konsentrasi
pikiran, meditasi dan Samadhi tidak dapat di capai.
- LIMA TINGKATAN MENTAL MENURUT ALIRAN FILSAFAT PATANJALI
Ksipta,
Mudha, Wiksipta, Ekagra, dan Nirudha, merupakan lima tingkatan
mental, menurut aliran Raja Yoga dari Patanjali. Tingkatan Ksipta
adalah pada saat
pikiran
mengembara di antara berbagai objek duniawi dan pikiran di penuhi
dengan sifat rajas. Tingkatan Mudha, pikiran berada dalam keadaan
tertidur dan tak berdaya di sebabkan oleh sifat tamas. Tingkatan
Wiksipta adalah keadaan pada saat sifat sattwa melampaui, dan pikiran
goyang antara meditasi dan obyektivitas. Sinar pikiran secara
perlahan berkumpul dan bergabung. Bila sifat sattwa meningkat, kamu
akan memiliki kegembiraan pikiran, pemusatan pikiran, penaklukan
indriya-indriya dan kelayakan untuk perwujudan atman. Tingkatan
ekagra adalah pada saat pikiran terpusatkan dan terjadi meditasi yang
mendalam sifat sattwa terbebas dari sifat rajas dan tamas. Tingkatan
Niruddha adalah pada saat pikiran di bawah pengendalian yang
sempurna. Semua wrrti pikiran di lenyapkan.
Wrrti
merupakan goncangan atau gejolak pikiran dalam danaunya pikiran.
Setiap wrrti atau perubahan mental meninggalkan sesuatu samskara atau
kesan-kesan atau kecenderungan yang terpedam. Samskara ini dapat
mewujudkan dirinya sebagai keadaan sadar bila ada kesempatan. Wrrti
yang sama memperkuat kecenderungan yang sama. Bila semua Wrrti di
hentikan, pikiran berada dalam keadaan setimbang (Samapatti).
Penyakit,
kelesuan, keragu-raguan, keletihan, kemalasan, keduniawiaan,
kesalahan pengamatan, kegagalan mencapai konsentrasi dan
ketidakmampuan ketika hal itu di capai, merupakan halangan pokok
untuk konsentrasi.
- LIMA KLESA DAN KELEPASANNYA
Menurut
Patanjali, Awidya (kebodohan), Asmita (keakuan), raga dwesa
(keinginan dan anti pati, atau suka dan tidak suka) dan Abhiniwesa
(ketergantungan terhadap kehidupan duniawi) 5 klesa besar atau mala
petaka yang
menyerang
pikiran . Ada keringanan dengan cara melaksanakan yoga terus menerus,
tetapi tidak menghilangkan secara total. Mereka akan muncul lagi pada
saat mereka menemukan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan.
Tetapi
asamprajnata
Samadhi (pengalaman mutlak) menghancurkan sekaligus benih-benih dari
kejahatan ini.
Awidya
merupakan penyebab utama dari segala kesulitan. Keakuan merupakan
hasil langsung dari Awidya, yang memberi kita keinginan dan kebencian
serta menyelubungi pandangan spiritual. Pelaksanaan yoga Samadhi
melenyapkan awidya.
- PELAKSANAAN KRIYA YOGA
Kriya-yoga
memurnikan pikiran, melunakkan 5 mala petaka dan membawa pada keadaan
Samadhi. Tapas (kesederhanaan), swadhyaya (mempelajari dan memahami
kitab suci) dan Iswara Pranidhana (Pemujaan Tuhan dan penyerahan
hasilnya pada Tuhan) membentuk Kriya yoga.
Pengusahaan
persahabatan (maître) terhadap sesama, kasih saying (karuna)
terhadap yang lebih rendah, kebahagiaan (mudita) terhadap hal yang
lebih tinggi, dan ketidak acuhan (upeksa) terhadap orang-orang kejam
(atau memandang sesuatu menyenangkan dan menyakitkan, baik dan buruk)
menghasilkan ketenangan pikiran (citta prasada)
Seseorangdapat
mencapai Samadhi melalui kepatuhan pada Tuhan yang memberikan
kebebasan. Dengan Iswarapranidhana siswa yoga memperoleh karuni
Tuhan.
- ABHYASA DAN WAIRAGYA
Abhyasa
(pelaksanaan) dan Wairagya (kesabaran, tanpa keterikatan membantu
pemantapan dan pengendalian pikiran). Pikiran hendaknya di tarik
berkali-kali dan di bawa ke pusat meditasi, apabila ia mengarah
keluar menuju
obyek
duniawi. Ini merupaka Aabhyasa yoga. Pelaksanaan menjadi mantap dan
terpusatkan, apabila secra terus menerus selama beberapa waktu tanpa
selang waktu dan dengan penuh ketaatan.
Pikiran
merupakan sebuah berkas Trsna (kerinduan). Pelaksanaan Wairagya akan
menghancurkan segala Trsna. Wairagya memutar pikiran menjauhi
obyek-obyek. Ia tidak mengijinkan pikiran untuk mengarah keluar
(kegiatan Bahirmukha dari pikiran), tetapi mengarahkannya ke kegiatan
atnrmukha (mengarah ke dalam).
- KEADAAN KAIWALYA ATAU PEMBEBASAN MUTLAK
Tujuan
kehidupan adalah keterpisahan mutlak dari purusa terhadap prakrti.
Kebebasan dalam yoga merupakan kaiwalya atau kemerdekaan mutlak. Roh
terbebas dari belenggu prakrti. Purusa berada dalam wujud yang
sebenarnya atau swarupa. Bila roh mewujudkan bahwa hal itu adalah
kemerdekaan secara mutlak dan bahwa ia tak tergantung pada sesuatu
apapun di dunia ini, kaiwalya atau pemisahan tercapai. Roh telah
melepaskan awidya melalui pengetahuan pembendaan (wiwekakhati). Lima
klesa atau mala petaka terbakar oleh apinya pengetahuan. Sang diri
tak terjamah oleh kondisi dari citta. Guna seluruhnya terhenti dan
sang diri berdiam pada intisari Tuhan sendiri. Walaupun seorang
menjadi seorang mukta (roh bebas), prakrti dan perubahan-perubahannya
tetap ada bagi orang lainnya. Hal ini, dalam perjanjian dengan sistem
filsafat Sankhya, di pegang oleh sistem yoga ini.
Daftar
Pustaka
- Yayasan Sanatana Dharmasrama Surabaya, INTI SARI AJARAN HINDU, Paramita Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar